FGD Filantropi NU
BRIN: Potensi Filantropi di Indonesia Cukup Besar

0
633
Kepala Riset Agama dan  kepercayaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Aji Sofanudin

JAKARTA, Suaranahdliyin.com – Pusat Riset Agama dan Kepercayaan (PRAK) Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (IPSH) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyelenggarakan Focus Discussion Group (FGD) atau Sharing Session melalui platform Zoom Meeting bertajuk “Filantropi Nahdlatul Ulama”.Selasa (26/3/2024)

Kegiatan yang dihadiri puluhan periset, dosen/akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum merupakan rangkaian riset yang dilakukan oleh peneliti PMB BRIN Muhammad Nur Prabowo Setyabudi, peneliti PRAK BRIN Aji Sofanudin, dosen Institut Islam Nahdlatul Ulama (INISNU) Temanggung Hamidulloh Ibda, dan dosen Universitas Gadjah Mada Ghifari Yuristiadhi Masyhari Makhasi bertajuk “Islamic Creative Philanthropy: Studi Terhadap Praktik Filantropi Islam pada Komunitas Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Ahmadiyah, dan Syiah (MUNAS) di Indonesia.“

Kepala Pusat Riset Agama dan Kepercayaan (PRAK) Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (IPSH) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Dr. Aji Sofanudin mengatakan bahwa sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi filantropi Islam yang cukup besar.

Menurut data Kemenag RI, potensi zakat di Indonesia sangat besar mencapai 327 triliun. Sementara data Baznas menyebutkan dana zakat yang tersalurkan sebesar 33 T pada tahun  2023.

“Ini artinya baru 10,09 % potensi zakat yang mewujud. Belum lagi potensi filantropi Islam yang lain  seperti infaq, sedekah, hibah dan wakaf,”kata Aji.

Kegiatan ini, menurutnya, merupakan bagian dari riset filantropi yang menyasar organisasi atau komunitas Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama, Ahmadiyah, dan Syiah.

“Jika merujuk pendapatnya Prof. Ahmad Najib Burhani, NU menjadi ormas Islam yang menarik karena mampu melahirkan penciptaan atau penguatan identitas Islam nasional dengan nama Islam Nusantara. NU dinilai unik dan distingtif dibandingkan dengan Islam di belahan dunia lain, karena karakternya yang damai, moderat, keberterimaan terhadap demokrasi yang tinggi,” lanjutnya dalam kegiatan yang dimoderatori BRIN Muhammad Nur Prabowo Setyabudi tersebut.

“Dalam konteks riset ini, NU dikaji karena telah memiliki lembaga amil yaitu LAZISNU yang berdiri tahun 2004 sesuai dengan amanat Muktamar NU ke-31 di Boyolali, Jawa Tengah.” katanya.

Pada FGD tersebut, Direktur Eksekutif NU Care – LAZISNU PBNU Drs. KH. Qohari Cholil dan Hamidullah Ibda ikut memaparkan terkait praktik Filanttropi di lingkungan NU.(rls/adb)

Comments