
SEMARANG, Suaranahdliyin.com – Indonesia adalah negara demokrasi, demokrasi yang berdasarkan hukum. Itu ditegaskan dalam konstitusi, UUD 1945. Salah satu yang dijamin oleh konstitusi adalah kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat.
Konsekuensinya, tidak ada pembatasan terhadap kebebasan berserikat, berkumpul dan menyatakan pendapat, kecuali dinyatakan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku atau secara nyata dilarang oleh hukum.
‘’Demikian halnya dengan dakwah. Dakwah merupakan aktivitas untuk mengajak manusia agar mengenal Tuhan dengan baik, sehingga dapat membangun hubungan secara vertikal dengan benar dan baik,’’ terang H. Robikin Emhas, Ketua Pengurus Harian PBNU melalui rilis yang dikirim ke Suaranahdliyin.com, Selasa (4/9/2018) siang ini.
Dari hubungan vertikal yang benar dan baik itu, ujarnya, diharapkan manusia akan sanggup membangun hubungan yang harmonis dengan sesama manusia. Bahkan dimungkinkan memiliki kesanggupan mengamban amanah sebagai khalifah di muka bumi, sehingga kehidupan akan berjalan harmonis dan beradab.
‘’Untuk itu, aktivitas dakwah juga perlu memperhatikan kaidah dan etika dakwah. Yakni dilakukan dengan lemah lembut dan bijaksana, dengan mempertimbangkan kondisi sosial dan budaya masyarakat setempat,’’ lanjut Robikin Emhas menambahkan.
Dalam bingkai keindonesiaan, tegasnya, selayaknya materi dakwah yang disampaikan juga dapat memupuk dan menumbuh-suburkan semangat nasionalisme. ‘’Jika di masyarakat didapati perbedaan pendapat mengenai aktivitas dakwah, hendaknya selesaikan dengan musyawarah. Hindarkan penggunaan kekerasan dalam mengelola perbedaan,’’ paparnya. (ros, adb/ gie, luh, lam, mail, rid)