Hakikat Anugerah adalah Saat Mendapat Shafiyul Qalbi

0
1074
KH. Ulin Nuha menyampaikan maudihoh

KABUPATEN SEMARANG, Suaranahdliyin.com – Ahad (27/12/2020) kemarin, pondok pesantren Al-Hidayaat Pringapus, Ungaran, menggelar rutinan Ahad pahing jamaah thariqah Syadziliyah, setelah beberapa bulan “diliburkan” karena pandemi Covid – 19.

Rutinan kembali digelar, dengan mematuhi protokol kesehatan yang ketat. “Para jamaah kami cek suhu badan, cuci tangan dan pakai masker. Selain itu kami tambah dengan wajib mendawamkan wudlu,” terang Kiai Nasruddin ketua jamaah thariqah.

Dimulai dengan khataman al-Quran dipimpin Nyai Luluk Mukhoiyaroh, dengan harapan jamaah diberikan kesehatan lahir (fisik) maupun batin (psikis).

Setelah itu, para jamaah melakukan salat ghaib guna mendoakan para jamaah lain yang telah meninggal, dilanjutkan  pembacaan tahlil serta manaqib Syadziliyah, kemudian membaca mujahadah (istighasah)  thariqah dipimpin oleh Agus Munif Abdul Baqi.

Di akhir, disampaikan mauidhoh terkait “Pentingnya Menata Hati” oleh KH. Ulin Nuha Lc. MP.d, sekretaris Thariqah Syadziliyah yang juga pengasuh pondok pesantren Al-Hidayaat. “Menata hati tidak semudah mempercantik keadaan fisik. Sebab hati tidak ada salonnya,” terangnya.

Dijelaskan, bahwa manusia sebagaimana disebutkan dalam surat al-Fajr, akan merasa dimuliakan Allah jika diberi kemuliaan. Sebaliknya, akan merasa dihinakan Allah jika diberikan cobaan. Pendeknya, semua hakikatnya berasal dari Allah.

“Allah menitipkan kepada hamba, entah berupa kenikmatan maupun kesengsaraan, semata-mata untuk menguji. Belum tentu yang terlihat nikmat, entah kaya maupun berpangkat, itu baik di sisi Allah. Sebaliknya, belum tentu yang terlihat sengsara, tidak baik di hadapan Allah,” jelas KH. Ulin Nuha.

Ditambahkannya, kaya dan pangkat akan menjadi anugerah saat mampu mendekatkan diri pada Allah. “Para Ahli thariqah meyakini, hakikat anugerah yakni saat kita diberikan shafiyul qalbi (kejernihan hati),” ungkapnya.

Tersebab semua adalah kehendak Allah, maka seyogyanya seorang hamba senantiasa bersyukur, tanpa harus menanti datangnya nikmat.

Syaikh Abdur Qodir berkata, bahwa orang kaya yang bersyukur itu baik, begitupun dengan orang fakir yang sabar. Akan tetapi ada yang lebih baik, yakni saat orang fakir mampu bersyukur atas keberadaannya. (irsyad/ adb, rid, ros)

Comments