lKUDUS, Suaranahdliyin.com – Sejak dahulu Kudus dikenal sebagai masyarakat yang entrepreneurship yang berbasis Islami karena letaknya yang strategis. Hal ini menjadikan satu dari identitas kultural masyarakat Kudus.
Maka dari itu, Kudus mendapat label sebagai kota pedagang. Beberapa kawasan di Kudus dikenal sebagai tempat produksi industri dan perdagangan. Produk khas Kudus antara lain seperti jenang, rokok, konveksi, dan bordir.
Dalam melakukan perdagangan tentunya dilandasi dengan etos kerja yang berbeda, inilah yang melekat xzpada pedagang Kudus hingga dikenal dengan sebutan “Gusjigang”
Bagi warga Kudus kata Gusjigang memang tidak asing, Fenomena ’ji’ yang diartikan mengaji dapat dilihat dari suasana keseharian masyarakat Kudus yan ,g berada di Kawasan Menara Kudus.
Kata ’gang’ yang memiliki arti pedagang, dapat dilihat dari aktivitas masyarakat Kudus yang menonjol dalam usaha perdagangan.
Dalam buku Gusjigang, Etos Kerja dan Perilaku Ekonomi Pedagang Kudus karya Sumintarsih, Christiyati Ariani, Siti Munawaroh (2016) dijelaskan bahwa “Gusjigang” memiliki arti bagus-mengaji-berdagang. Filosofi ini merupakan personifikasi Sunan Kudus agar masyarakat Kudus mempunyai budi perkerti yang baik, pandai mengaji, menuntut ilmu, rajin beribadah, dan pandai berdagang.
Filosofi “Gusjigang” juga menyangkut etos kerja dalam berdagang, hal ini harus didasari dengan ajaran Islam.
Dalam etos kerja Islam dapat dilihat setiap perbuatan kerjanya mulai dari menghargai waktu, jujur, memiliki komitmen, istiqomah, disiplin, konsekuen, keatif, percaya diri, bertanggungjawab, memiliki harga diri, berorientasi ke depan, hemat dan efisien, mandiri, dan ikhlas.
“Gusjigang” memiliki arti penting dalam kehidupan masyarakat Kudus. Bagaimana ajaran ini dapat dipahami dan merasuk dalam perilaku pedagang Kudus.(Putri Khoir Rahma, Mahasiswa PPL Prodi KPI FDKI IAIN Kudus 2024 di Suaranahdliyin.com/adb)