Ummatan Wahidah

0
1466

Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM

“It must be again and again reiterated until the basic of religion of Islam is well understood, that this reliigion doesn’t prefess to be a new religion formulated by Prophet Muhammad, but it is a continuation of the true religious principles established by God through His revelations, from Adam, Noah, and the other inspired Messengers of God”. (Prof Ahmed A Ghalwash, The Religion of Islam, 192)

Inti tulisan profesor Ghalwash adalah,  harus ditekankan bahwa  Islam (spesifik) yang dibawa Nabi Muhammad itu bukan formulasi agama baru, tetapi melanjutkan prinsip-prinsip agama (Islam generik) yang dibawa sejak Nabi Adam.

Bingkai Islam spesifik maupun generik adalah sama; ummatan waahidatan. Kata Ummatan Waahidatan dalam al-Quran disebut sembilan kali (QS. 2:  213;  5: 48; 10: 19; 11. 118; 21: 92; 23: 52; 42: 8; dan 43: 33) = bertauhid.

Dari seluruh rasul Allah, tidak ada satupun yang ajarannya menyelisihi akidah tauhid (QS. 21 : 25; 16: 36, dll.). Jika ada, maka al-Quran lah sebagai korektornya (QS. 5: 48). Allah juga berfirman, bahwa Nabi Muhammad bukan Nabi dan Rasul pertama (QS. 46: 9).

Sebaran dalil bahwa tauhid=tidak ada Tuhan yang hak disembah kecuali Allah,  yang menjadi prasyarat ke-Islam-an (QS. 3: 19) dan sebagai asas ummatan waahidatan adalah, bahwa semua rasul menyerukan tauhid dan berislam (QS. 21:  25). Seperti halnya Nabi Nuh (QS. 71: 59;  10: 72),  Nabi Ibrahim (3:  67), Nabi Ismail, Nabi Ishaq, Nabi Ya’qub, (QS. 2: 133), Nabi Musa (QS. 10: 84), dan Nabi Isa (3: 52), dst.

Kepemimpinan Nabi Muhammad di Madinah-pun, merupakan cermin dari ummatan waahidah. Baginda Nabi mengajak kaum Yahudi, Nasrani Najran, dan anasir yang lain untuk mencapai satu kata yang sama, yakni “Kalimatin Sawa’in” yang berwujud “Tauhid” (QS. 3: 63).

Namun bagi mereka yang keberatan dengan tauhid dan akan bergabung dengan Madinah, tidak harus memeluk Islam dan bertauhid. Cukup bagi mereka mengakui bahwa Nabi Muhammad dan umatnya adalah muslim (QS. 3: 63)

Dasar Madinah sendiri sebagai sebuah Negara, bukan al-Quran, melainkan sebuah konstitusi yang berpayung pada al-Quran, sebagaimana dikatakan Prof Neveen Abdul Khaliq.

Kemiripan Istilah Keagamaan

Dalam ummatan waahidah,  sangat logis jika ada kemiripan istilah dari berbagai agama:  Contoh dalam akidah. 1). Allahu Ahad (QS. 122: 1), Tuhan Maha Esa dan bukan angka numerikal (Zarathrustra, Dasatir 68). Yahwe Echod=Yahwe yang Esa (Kredo Yahudi). 2). Laisa kamitslihi syai’un=tidak ada yang menyerupai dia (QS. 42: 11). Tidak ada yang menyamai Dia (Dasatir, 70).  Dia tanpa asal atau akhir, sekutu, musuh, prototipe, kawan, ayah, ibu, isteri, putra, tempat,  jasad, bentuk, warna  serta indera (Dasatir 71).

Kemiripan istilah akhirat. 1). ‘Adn=sorga (QS. Maryam 61), taman Edn (Genesis 2: 10-14). 2). Jahannam disebut 77 kali di antaranya  (QS. 2: 206), Geyhannom (Raja-Raja 16: 3). 3). Firdaus  (QS. 23: 11), Paradise (Sol. 4: 13).

Kemiripan dalam ritual. 1). Wudlu bagi muslim (QS.4: 43), wudlu Nabi Musa, Nabi Isa (Eksodus 40: 31-32; Kisah Rasul-Rasul 21: 26) dsb. 2). Salat sebagai kewajiban berwaktu (QS. 4: 103),  dalam agama Zarauster menurut kitab Min Haqaaiqil Qur’an karya M Sulaiman Ghanim halaman 22, ada lima waktu: Kah Hawan (Subuh), Kah Raqun (Zuhur), Kah Iziran (Asar), Kah Asyhan (Maghrib), dan Kah Uyuh Sartirad (Isya’). 3). Puasa Ramadan (QS. 2: 183), Fidyah haji (2: 196, Pembunuhan (4: 92), melanggar sumpah (5: 89), Melanggar ihram (5: 95), Nadzar (19: 36, Zhihar (58: 3). Dalam Old Testamen-Taurat ada: Puasa Perdamaian (Imamat 16: 39), Dukacita (Mazmur 35: 13), Pertobatan (Yunus 3: 5). New Testamen-Injil ada: Perdamaian (Kisah Rasul 27: 9), Senin- Kamis (Lukas 18: 11), Mengusir setan (Matius 17: 21).

‘Ala kulii haal, al-Quran secara transparan mengakui “syari’at man qablanaa” yang oleh Allah dipatenkan seperti tauhid, maupun ritual yang masih akan diberlakukan baik, dengan modifikasi atau tidak seperti shiyam dan lainnya. Wallaahu a’lam. (*)

Dr KH Muchotob Hamzah MM,

Penulis adalah mantan Rektor Unsiq Wonosobo dan ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Wonosobo.

Comments