Spirit Nuzulul Quran untuk Penguatan Literasi Zakat

0
1106

Oleh: Rosidi

Bulan Ramadan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang benar dan yang bathil). (QS Al-Baqarah : 185)

Ramadan memiliki banyak kemuliaan. Salah satunya adalah momentum 17 Ramadan, yang, oleh umat Islam diyakini sebagai momentum yang sangat penting, yakni bulan diturunkannya kitab suci al-Quran (nuzulul Quran).

Keyakinan itu, salah satunya berdasarkan penjelasan al-Quran sendiri, bahwa “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang didalamnya diturunkan al-Quran, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang benar dan yang bathil)”. (QS Al-Baqarah : 185)

Istimewanya lagi, ayat yang pertama kali turun adalah “Iqra”. Sebuah perintah untuk “membaca”. Iqra ini, tentu tidak bisa sekadar dimaknai dengan membaca ayat-ayat al-Quran an-sich, melainkan harus dimaknai dalam spektrum yang luas.

Dengan memaknai Iqra dalam spektrum yang luas itulah, maka Islam akan menjadi agama yang tidak sekadar bisa merespons perkembangan zaman yang ada. Lebih dari itu, juga akan berkontribusi besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan, dan juga peradaban.

Para ulama zaman dulu, telah memberikan teladan yang baik dalam hal memaknai “iqra” ini. Yakni tidak sekadar membaca, tetapi juga kemudian produktif dalam menulis karya-karya intelektual di berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Penandanya, yaitu banyaknya karya-karya kitab salaf yang diajarkan di lembaga-lembaga pendidikan tradisional (pesantren) hingga lembaga pendidikan tinggi (perguruan tinggi/ universitas), yang masih banyak dikaji serta menjadi rujukan hingga kini.

Literasi Zakat

Literasi (media) tidak sekadar kemampuan untuk membaca dan menulis. Berdasarkan ‘kajian’ Lembaga Studi Pers dan Informasi (LeSPI) Semarang pada 2011, juga meliputi kemampuan mengakses, menelaah, menganalisa, memberikan kritik dan saran, serta menciptakan beragam pesan dalam berbagai konteks.

Terkait dengan itu, maka iqra, ayat yang pertama kali diwahyukan kepada Baginda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam, bisa menjadi spirit pengembangan literasi zakat kepada umat Islam secara luas, khususnya umat Islam di Indonesia.

Kemampuan “membaca” yang merupakan perintah langsung al-Quran ini tidak hanya dimaknai membaca al-Quran saja, tetapi juga membaca realitas sosial, salah satunya pembacaan terkait masih banyaknya penduduk miskin di Indonesia, yang perlu mendapatkan uluran tangan untuk mengentaskannya dari jurang kemiskinan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) dikutip Kontan.co.id (edisi 17 Januari 2022), jumlah penduduk miskin pada September 2021 adalah sebanyak 26,50 juta orang. Kendati ini menurun dibandingkan data pada Maret 2021 yang disebutkan penduduk miskin sebanyak 27,54 juta orang, namun angka 26,50 juta orang ini tentu buka angka yang kecil (sedikit).

Artinya, 26,50 juta orang (data versi BPS per September 2021) ini, paling tidak harus mendapatkan perhatian banyak pihak, agar bisa dientaskan dari kemiskinan. Salah satunya melalui dana zakat.

Di sinilah, maka perlu diberikan pemahaman kepada masyarakat (umat Islam) secara luas, betapa zakat yang mereka keluarkan, itu sangat penting artinya. Sebab, dana-dana zakat umat Islam itu, bisa dipergunakan untuk penguatan kapasitas dan ekonomi kaum dhuafa di Indonesia –yang sebagian besar rakyatnya adalah Muslim.

Untuk memberikan pemahaman akan pentingnya mengeluarkan zakat bagi umat Islam itulah, maka dibutuhkan peran dunia literasi (media). Dan momentum nuzulul Quran ini, sangat tepat kiranya untuk mengingatkan akan pentingnya menguasai bidang literasi; iqra.

Program Baznas

Di Indonesia, Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), berdasarkan penjelasan di laman baznas.go.id, adalah badan resmi dan satu-satunya yang dibentuk oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 8 Tahun 2001, yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) pada tingkat nasional.

Dan dengan adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, semakin mengukuhkan peran BAZNAS sebagai lembaga yang berwenang melakukan pengelolaan zakat secara nasional. Dalam UU tersebut disebutkan, Baznas merupakan lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Agama.

Dalam konteks kekinian, selain pengumpulan dana ZIS, Baznas sendiri memiliki beragam program. Yakni Kemanusiaan (Baznas Tanggap Bencana dan Layanan Aktif Baznas); Pendidikan (Lembaga Beasiswa Baznas dan Sekolah Cendekia Baznas); Kesehatan (Rumah Sehat Baznas); Dakwah (Muallaf Center Baznas); Ekonomi (Pemberdayaan Peternak, Pengembangan Ekonomi, Zakat Comunity Development, dan Baznas Microfinance).

Untuk merealisasikan beragam program tersebut, dukungan terhadap realisasi target pengumpulan ZIS, membutuhkan dukungan banyak pihak. Apalagi pada 2022 ini, secara nasional pengumpulan dana ZIS adalah sebesar Rp 26 triliun (baznas.go.id). Itu adalah target yang cukup besar, sementara kesadaran umat untuk berzakat, masih perlu didorong dan dimaksimalkan.

Akhirnya, semoga kesadaran umat Islam untuk mengeluarkan zakat, juga infak dan sedekah kian meningkat. Untuk meningkatkan kesadaran akan kewajiban berzakat ini, salah satunya bisa melalui literasi, yang memontumnya sangat tepat pada peringatan nuzulul Quran (17 Ramadan) ini. Wallahu a’lam. (*)

Rosidi,

Penulis adalah penggiat literasi dan Mentor mahasantri Ma’had Aly Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus penerima Beasiswa Cendekia Baznas RI.

Comments