Seminar Seri 2, MUI Jekulo Bahas Iddah, Faraidh dan Hibah dalam Perspektif Keadilan Gender

0
182
Nara sumber seminar seri 2 MJI Jekulo kemarin

KUDUS,Suaranahdliyin.com – Majelis Ulama Indonesia (MUI) kecamatan Jekulo Kabupaten Kudus kembali melanjutkan kegiatan pekan Seminar Keagamaan 2025. Pada seminar sesi kedua Sabtu (6/12/2025) di Gedung IPHI-JHK Kec. Jekulo menghadirkan tiga narasumber yang membahas isu penting tentang keadilan perempuan dalam syariat Islam, terutama melalui kajian iddah, faraidh, dan hibah.

Nara sumber pertama, Nyai Hj. Umy Mashlahah Al-Hafidzoh menjelaskan bahwa Islam menyediakan dua instrumen pembagian harta yang saling melengkapi, yaitu faraidh dan hibah. Faraidh merupakan ketentuan pasti dari Allah, sedangkan hibah menjadi ruang fleksibel bagi orang tua untuk mencapai keadilan sosial dalam keluarga.

“Pembagian 2:1 bukan bentuk diskriminasi, tetapi terkait tanggung jawab nafkah laki-laki. Namun dalam konteks sosial modern, hibah dapat menjadi sarana pemerataan, termasuk menambah porsi anak perempuan yang membutuhkan.”terangnya.

Materi kedua disampaikan KH. Amin Yasin yang menyoroti perlindungan perempuan dalam masa iddah. Menurutnya, iddah bukan hanya masa menunggu, tetapi mekanisme jaminan hak perempuan, terutama hak tinggal dan nafkah tertentu.

KH. Amin menguraikan dua ayat kunci, yakni QS. Al-Baqarah: 231 yang menolak segala bentuk kezhaliman kepada perempuan dalam iddah, serta QS. At-Talaq: 2 yang menegaskan larangan mengeluarkan perempuan dari rumah selama iddah.

“Banyak praktik masyarakat—seperti memulangkan istri setelah talak—bertentangan dengan perintah Al-Qur’an dan perlu diluruskan”jelasnya.

Nara sumber dan peserta seminar keagamaan MUI Jekulo sedang foto bersama

Narasumber ketiga, KH. Hadis Mabrur, Al-Hafidz, menguatkan pembahasan dengan mengingatkan bahwa faraidh adalah otoritas Allah. Diterangkan, ketika harta sudah kehilangan tuannya, maka yang mempunyai otoritas pembagiannya adalah Allah Ta‘ala.

”Artinya, setelah seseorang wafat, harta tersebut tidak boleh lagi dibagi menurut keinginan keluarga, kecuali melalui mekanisme islah yang sah, yaitu ketika seluruh ahli waris mengetahui hak faraidh-nya dan merelakan perubahan pembagian tanpa paksaan. Pemahaman ini penting agar keluarga terhindar dari konflik harta,”ungkapnya..

Ketiga pemaparan tersebut menunjukkan bahwa syariat Islam memiliki struktur perlindungan yang kuat bagi perempuan. Iddah menjaga hak-hak mereka setelah perceraian atau ditinggal wafat, faraidh memberikan kepastian hukum, dan hibah memungkinkan keadilan sosial yang lebih fleksibel.

MUI Jekulo berharap melalui seminar ini masyarakat semakin memahami bahwa syariat Islam tidak merugikan perempuan, tetapi justru menghadirkan keadilan proporsional dan kemaslahatan bagi keluarga Muslim.

Kegiatan seminar ini diikuti para tokoh agama, pendidik, dan tokoh masyarakat yang antusias mengikuti jalannya seminar.(rls/adb)

Comments