
JAKARTA, Suaranahdliyin.com – Inovasi bersama Kementerian Agama RI dan pemerintah Australia menyelenggarakan Workshop Gender, Disabilitas dan Inklusi Sosial (GEDSI), Rabu (24/2/2021).
Sejumlah tokoh ikut didaulat berbicara dalam GEDSI, antara lain Prof. Dr. H. Ali Ramdani (Dirjen Pendis Kemenag RI), M. Zain (Dirjen GTK Madrasah dan jajarannya), perwakilan Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Pengurus Forum Pendidikan Madrasah Inklusi (FPMI), LP. Ma’arif Jateng, tim pengembang Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) Guru Kementerian Agama, serta Siti Ruhaini Dzuhayatin dan Badriyah Fayumi (Inovasi).
Acara ini dibuka oleh Kirsten Bishop (Australia). Dalam prakatanya dia menyampaikan, meskipun pihaknya sudah melihat banyak kemajuan-kemajuan melalui upaya yang didukung oleh pemerintah, namun masih banyak yang harus dilakukan, untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang inklusif di Indonesia, khususnya di saat pandemi Covid-19. Penutupan sekolah berdampak besar terhadap peserta didik, khususnya penyandang disabilitas.
M Zain, menyampaikan, ada beberapa alasan mengapa GEDSI ini penting. Pertama, karena masyarakat memberikan kepercayaan tinggi terhadap madrasah. Kedua, masih terjadi diskriminasi di madrasah.
“Ketiga, landasan Undang-Undang (UU) tentang semua warga negara berhak mendapat pendidikan. Keempat, al-Quran memberikan perhatian terhadap penyandang tunanetra,” katanya.
Ali Ramdani, mengemukakan, bahwa untuk menjamin mutu madrasah inklusi, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. “Pertama, menanamkan kepada guru dan tenaga pendidik betapa luasnya spektrum anak berkebutuhan Khusus (ABK), tidak hanya penyandang disablitas berat, juga ringan.
“Kedua, adanya tunjangan bagi guru sesuai dengan komptensi tambahan. Ketiga, mendorong pemerintah untuk menyediakan anggaran bersama, untuk mengembangkan madrasah inklusi,” paparnya dalam acara yang dipandu oleh Supriyono (ketua FPMI) itu.
Siti Ruhaini (Staf Presiden), memaparkan tentang pentingnya materi “Pengarusutamaan Gender dan Inklusi Sosial dalam Pendidikan: Upaya Membentuk Manusia Indonesia Unggul”. Dia menekankan perlunya membangun manusia unggul, masayarakat yang inklusif dan berkeaadilan, serta adanya kesetaraan gender dalam kehidupan.
Sedang Badriyah Fayumi (ketua Kongres Ulama Perempuan Indonesia/ KUPI), pada kesempatan itu menyampaikan tentang “Peran Ulama Perempuan dalam Pengembangan Moderasi Beragama”. Dalam paparannya, dia menekankan penyampaian batasan ekstremitas dalam beragama, yaitu nilai-nilai kemanusiaan, kesepakatan bersama, dan ketertiban umum.
Di pengujung acara, Siti Sakdiyah (kepala Subdirektorat Bina Guru dan Tenaga Kependidikan Raudlatul Athfal), mengemukakan tiga poin penting, yakni terkait penyusunan modul pendidikan inklusi, pelatihan kapasitas pendidik inklusi, dan kegiatan kemitraan dengan Inovasi. (*/ ibda, ros, adb)