Sang Penegak Keadilan

0
954

Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM

Judul di atas merupakan sebagian kecil tetapi prinsipal dari apa yang diusulkan oleh George Bernard Shaw (1936), agar Nabi Muhammad diberi julukan “The Savior of Humanity” (Sang Penyelamat Kemanusiaan).

Begitu hormatnya filosof ini memandang holy mission yang disandang oleh Nabi Muhammad.

Memang ada perbedaan prinsip antara Islam dan Kristen dalam masalah menghargai tokohnya.  Orang Kristen menghargainya justru  dengan mematungkan tokoh utamanya, sehingga patung Jesus ada di mana-mana.

Sementara Islam melarang orang membuat patung Nabi Muhammad. Hal itu oleh Islam dikhawatirkan menjerumuskan umatnya pada kultus dan penyembahan, sementara di kalangan Kristen dipandang sebagai penghormatan yang wajar.

Dari sikap penghargaan tersebut -terlepas dari ambiguitas Barat tehadap Islam- maka di gedung Kejaksaan Agung AS (Supreme Court Building) terdapat patung Nabi Muhammad dengan al-Quran (lambang sumber hukum) di tangan kanan dan pedang (lambang penegakan hukum) di tangan kiri.

Ya, sudah biasa, jaksa Agung AS waktu itu, William Rehnquist, di bawah Presiden Franklin D. Rosevelt, tahun 1935 itu menolak kritikan ulama Islam tentang patung Nabi yang dikonotasikan penyembahan.

Di sana ada 18 tokoh yang dipatungkan. Yaitu Nabi Musa, Nabi Sulaiman dan Nabi Muhammad yang seakan disejajarkan dengan Menes, Hammurabi, Lycurgus, Solon, Draco, Konfusius, Oktavianus, Justinian, Raja Charlemagne, Raja John, Louis IX, Hugo Grotius, William Blackstone, Jhon Marshal, dan Napoleon Bonaparte.

Selain itu, didinding masuk Universitas Harvard AS, dituliskan pula Surat An-Nisa’ (4): 135 sebagai bentuk dan lambang jeritan warga dunia atas hausnya hidup dalam berkeadilan.

“Oh ye who believe! Be ye staunch in justice, witnesses for Allah, even though it be against your selves or (your)  parents or (your) kindred, wether ( the case be of) a rich man or poor man, for Allah is nearer unto both ( them ye are). So follow not passion lest te lapse (from truth) and if ye lapse or fall away, then lo! Allah is ever informed of what ye do” (QS. 4: 135).

Kedua penanda itu merupakan bukti bahwa keadilan universal diakui orang yang tak beriman sekalipun. Karena itu adalah fitrah humaniti. Ini pula yang menurut saya senada dengan pameo: Fiat justitia ruat caelom (tegakkan hukum meskipun langit akan runtuh).

Fragmen keadilan Nabi tercontohkan sampai hal yang sangat kecil. Ketika Baginda Nabi sakit menjelang wafat, beliau berkhotbah dan meminta kepada semua Sahabat usai jamaah di masjid akan hal ini: 1). Barangsiapa yang memiliki harta yang masih ada dalam genggamanku, minta dan ambillah sekarang ini juga; 2). Barangsiapa yang pernah aku rendahkan martabat atau sakiti hatinya, balaslah aku hari ini juga; 3). Barasiapa yang pernah aku lukai ataupun sakiti badannya, pukullah, cambuklah aku saat ini juga.

Sikap adil ini bahkan beliau teladankan dalam sebuah episode kehidupannya, ketika beliau menyuapi seorang Yahudi buta yang selalu memaki-makinya. Pantaslah kalau Sir William Muir mengomentari dan menyatakan: Muhammad selalu bersikap adil dan sederhana. Tidak kurang pula sikap lembutnya kepada musuh-musuhnya (Life of Muhammad).

Betul, bahwa beliau tegas terhadap kemungkaran. Tetapi beliau tetap melakukannya secara terukur dan santun. Tak disangka, sekarang “lahir” sebagian muslim berwajah sangar dan tak pernah bisa tersenyum. Malah mereka tega membunuh sesama ahli kiblat, hanya lantaran berbeda masalah khilafiyah. Wallaahu a’lam bi al-shawaab. (*)

Dr KH Muchotob Hamzah MM,

Penulis adalah ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Wonosobo.

 

Comments