Menggaungkan Moderasi Beragama di Media Sosial

0
1352

Oleh: Fajar Pangesti

GERAKAN moderasi agama di media sosial (medsos), perlu ditingkatkan, untuk menjaga kedamaian dalam kehidupan beragama di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Moderat adalah sebuah kata sifat, turunan kata moderation, yang berarti tidak berlebih lebihan atau berarti sedang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran dari ekstremitas.

Dalam KBBI juga dijelaskan, kata moderasi berasal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Jika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, berarti merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari ekstremitas dalam praktik beragama.

Indonesia adalah negara dengan keragaman  suku, etnis, agama dan budaya yang sangat banyak jumlahnya. Menurut data dari Indonesia.go.id, mayoritas penduduk Indonesia memeluk Islam.

Saat ini tercatat lebih dari 207 juta (87,2 persen) rakyat Indonesia memeluk Islam, Kristen Protestan (denominasi dalam agama Kristen) 6,9 persen, Katholik 2,9 persen, Hindu 1,7 persen, Budha 0,7 persen, dan Khonghucu 0,05 persen.

Walaupun ada enam agama yang diakui oleh Negara, keyakinan dan kepercayaan keagamaan sebagian masyarakat Indonesia juga diekspresikan dalam beragak agama leluhur dan penghayat kepercayaan (agama lokal) di Nusantara.

Maka keragaman yang ada, karenanya, harus dilihat sebagai anugerah Tuhan Yang Esa yang harus diterima. Agar bisa menerima perbedaan yang ada, sikap moderasi harus dikedepankan.

Seseorang yang menjunjung tinggi moderasi beragama, sama artinya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Sedang orang yang ekstrem dalam beragama, terkadang terjebak dalam praktik beragama yang cenderung mengenyampingkan aspek kemanusiaan.

Orang beragama dengan ekstrem, tak jarang rela merendahkan sesama manusia “atas nama Tuhan”, padahal menjaga kemanusiaan adalah bagian dari inti ajaran agama. Namun ada saja orang-orang yang mengeksploitasi ajaran agama, sekadar untuk memenuhi nafsunya, kepentingan pribadi maupun kelompok, dan hanya demi kepentingan politik semata.

Di sinilah moderasi beragama menjadi penting, agar praktik beragama umat sesuai dengan tujuan, esensi, dan menjaga harkat dan martabat manusia. Tidak sebaliknya, teks-teks agama ditafsirkan sesuai kehendak hati dan kepentingan politik atau kelompoknya.

Untuk menghidari konflik yang merugikan muncul kembali, perlu usaha menyebarkan sikap moderasi agama, dengan beragam strategi. Dalam konteks sekarang, penggunaan media sosial sangat penting, agar jangkauan audiensnya lebih luas.

Dalam konteks ini, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi melalui perangkat digital seperti sekarang, sangat penting artinya, tidak saja untuk ruang berekspresi, tetapi juga sangat bemanfaat pula dalam mengampanyekan dan menggaungkan moderasi beragama. Wallahu a’lam. (*)

Fajar Pangesti,
Penulis adalah mahasiswa Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) IPMAFA, Pati dan Kelompok Charisma dalam Program KKN MDR IPMAFA 2020.

Comments