Oleh: Nyai Hj. Umdatul Baroroh Liwa’uddin
Banyak permasalahan yang terjadi di masyarakat antara orang tua dan anak. Ada orang tua yang merasa anak anak sulit diatur dan tidak bisa menghormati orang tua. Tetapi ada pula keluhan dari anak, yang merasa orang tuanya tidak memahami kemauan atau keinginannya.
Kondisi demikian, seringkali menimbulkan konflik, mulai dari konflik yang ringan, sedang hingga konflik yang berat. Konflik berat, misalnya, ada anak yang sampai meninggalkan rumah karena tidak kuat menghadapi orang tua, atau orang tua stres dan putus asa menghadapi perilaku anaknya yang sulit diatur.
Bagaimana (mestinya) orang tua dan anak membangun relasi yang adil menurut Islam?
Terkait hal itu, Islam sebenarnya telah memberikan patokan (panduan) etika yang indah. Saya menyebutnya dengan “harmoni”. Harmoni di sini adalah orang tua dan anak harus menyesuaikan diri dalam posisinya masing-masing.
Kanjeng Nabi dalam beberapa hadis memberikan panduan dan contoh kepada kita, misalnya hadis tentang birrul walidain; “birrul waalidaini kaffaaratun lil kabaiid”. Berbuat baik kepada orang tua, itu bisa menjadi tebusan dosa-dosa besar.
Dalam konsep harmoni, hadis semacam ini adalah hadis yang harus dipakai oleh anak. Hadis ini pegangan anak yang tidak boleh dipakai oleh orang tua. Jika orang tua memakai hadis ini, bisa semena-mena terhadap anak.
Lalu apa hadis yang bisa digunakan oleh orang tua dalam mendidik anak? Ada hadis yang berbunyi; “akrimuu aulaadakum, fa inna karaamatal aulaadi sitrun minan–naar”. Muliakanlah anak-anakmu, karena sesungguhnya di dalam memuliakan anak-anak, ada tameng dari neraka. Ini adalah hadis yang digunakan orang tua, tidak boleh dipakai anak. sebab, jika dipakai anak, bisa bertindak semena-mena terhadap orang tua.
Maka hubungan yang harmonis harus dipakai dalam menjalankan relasi antara orang tua dan anak-anak. Jika tidak, maka bisa memunculkan keluhan-keluhan di masyarakat lantaran anak semena-mena terhadap orang tua karena orang tua diminta menghormati anak. Sebaliknya, orang tua tidak bisa semena-mena, karena semua tindakan anak harus mendapat rida orang tua.
Maka harus dipahami, yang dimaksud ketidakadilan adalah ketika kita tidak menempatkan sesuatu pada posisi atau porsinya yang sesuai. Sehingga, itu bisa menimbulkan (mengakibatkan) kezaliman.
Nah, birrul walidain sendiri bisa dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya membantu orang tua menyiapkan makanan atau berkata yang baik. Demikian pula orang tua terhadap anak. orang tua mendidik anak dengan pendidikan yang baik. Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang berdasarkan akhlak al-karimah dan agama. Nabi bersabda: “didiklah anakmu dengan akhlak yang baik”. Wallahu a’lam. (*)
Nyai Hj. Umdatul Baroroh Liwa’uddin,
Pengasuh Pondok Pesantren Mansajul Ulum, Cebolek, Kajen, Pati dan dosen Institut Pesantren Matahli’ul Falah (IPMAFA) Pati