
BOYOLALI, Suaranahdliyin.com – Rais Syuriyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, KH Ubaidillah Shodaqoh (Mbah Ubaid), menegaskan, bahwa Gerakan Pemuda (GP) Ansor lahir sebelum kemerdekaan Republik Indonesia (RI) pada Muktamar ke-9 Nahdlatul Ulama (NU) pada 1934.
“Syubbanul Wathan (Pemuda Tanah Air) adalah cikal bakal GP Ansor. Tidak bisa dilupakan, ini adalah jasa KH Abdul Wahab Chasbullah dan kiai lainnya,” katanya dalam Pengajian Akbar, Selo Bershalawat dan pelantikan Pimpinan Cabang (PC) GP Ansor Boyolali di lapangan Desa Senet, Selo, Boyolali, Ahad (6/11/2022) pagi kemarin.
Mbah Ubaid pun mengapresisi dan senang dengan semboyan GP Ansor dan Banser: “Hidup mati ikut kiai”. Ditandai indeks keloyalan GP Ansor terutama Bansernya itu memang mencapai 4,6 persen, tertinggi di antara lainnya. “Kami tidak meragukan sahabat Ansor dan Banser yang nanti akan memegang tongkat estafet NU,” katanya.
Disampaikannya, GP Ansor dan Banser yang kini telah dilatih dan digembleng dengan benar, diharapkan ke depan NU akan tambah mewarnai perpolitikan serta kebudayaan nusantara. “Bahkan kader muda GP Ansor saat ini telah memimpin NU yang menghebohkan dunia, yaitu berhasil menghadirkan tokoh agama antara lain dari Eropa, Timur Tengah, Afrika, Amerika, baru- baru ini,” tuturnya.
Namun demikian, lanjut Mbah Ubaid berpesan, sebagai kader muda NU, mesti berani berkreasi walau terkadang ‘nakal sedikit’. “Tapi kalau sudah menjadi pengurus NU, tidak boleh salah. Harus lebih hati-hati,” katanya.
Dia pun optimistis dengan kesuksesan ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) dan jajarannya, yang berhasil mengumpulkan tokoh agama baik dari Kristen, Hindu, Budha, Konghucu, Islam, dan lainnya dari seluruh dunia. “Mereka mau datang ke Indonesia di antaranya karena segan dengan NU. InsyaAllah NU semakin moncer (dan) menjadi kiblat (perdamaian) dunia,” ujarnya.
Teladan Kerukunan
Pada kesempatan itu, KH Ubaidillah Shodaqoh juga menyoroti tentang teladan hidup rukun dan arif warga NU, dalam menyikapi kebudayaan nusantara dengan bijaksana. “Afghanistan hanya ada empat etnis, beragama Islam dan bermadzhab Hanafi, tapi hampir 50 tahun tidak tahu bagaimana mengakhiri perang di sana,” kisahnya.
Di Idonesia, ungkapnya, banyak etnis seperti Madura, Ambon, Jawa, dan Papua. Membentang dari Sabang sampai Merauke. Banyak agama. Dan Islam sendiri ada empat madzhab yang dipakai, namun tetap bersatu. “Karena di Indonesia ada NU bersama ulama dan habaib yang membimbing umat,” paparnya.
Kemudian ia berharap pada saatnya nanti ketua atau kader GP Ansor layak dan mampu menjadi bupati atau presiden, asal didasari pengkaderan yang baik. Sehingga kiprah GP Ansor dan Banser dapat lebih dirasakan di masyarakat.
“Misalnya (dimulai) turut mengamankan acara warga atau menata parkir. Kalau parkir tidak ditata, akan mengganggu. Pokoknya bermanfaat, kerjakan. Kalau dicintai masyarakat insyaAllah akan mudah menjalankan kegiatan,” katanya.
Demi kejayaan Indonesia dan NU, kader GP Ansor juga diminta Mbah Ubaid terus meneladani sikap Sahabat Ansor yang menjadi pembela fanatik Rasulullah beserta Sahabat Muhajirin. Bahkan Sahabat Ansor yang memiliki dua istri, diceraikan satu untuk dinikahi sahabat Muhajirin. Walaupun Sahabt Ansor butuh, tapi mengalah untuk Sahabat Muhajirin.
Pelantikan dan Pembaretan

Pembaretan Banser Boyolali mengawali rangkaian acara. Kemudian peserta pembaretan bergabung dalam prosesi pelantikan dan pengajian. Pelantikan pengurus PC GP Ansor Boyolali dipimpin Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Pimpinan Pusat (PP) GP Ansor, Ulil Arham. Sedang pengukuhan Satuan Koordinasi Cabang (Satkorcab) Banser Boyolali dilakukan Ketua PC GP Ansor Boyolali, Achmad Kuniawan.
Sedang Habib Zaidan bin Haidar bin Yahya memimpin pembacaan Selo Bershalawat yang dihadiri ribuan jemaah dari jajaran Pengurus Cabang NU Boyolali, Ansor-Banser se-Boyolali, Muslimat, Fatayat, IPNU-IPPNU dan masyarakat sekitar. (siswanto ar/ ros, adb, rid)