
KUDUS, Suaranahdliyin.com – Bagi Masyarakat Desa Purwosari, khususnya di Dukuh Sekaran, sosok Mbah Khomsah menjadi bagian penting dari cerita masyarakat setempat.
Sosok perempuan salehah ini dikenal sebagai guru sekaligus pengasuh Kanjeng Sunan Kudus di masa lalu.
Kendati asal-usulnya apakah penduduk asli atau pendatang tidak diketahui secara pasti, namun Masyarakat meyakini, Mbah Khomsah merupakan seorang waliyullah yang memiliki kedudukan spiritual tinggi.
Yulianto, wakil ketua pengurus makam, mengutarakan, Mbah Khomsah mendapat julukan “Mbah Sekar Kuning”, karena kecintaannya pada bunga, khususnya bunga berwarna kuning yang dahulu tumbuh subur di sekitar Dusun Sekaran.
Dari sinilah pula nama “Sekaran” berasal. Bunga-bunga kuning itu menjadi bagian dari berbagai kegiatan masyarakat, seperti pengajian, pincukan, hingga berkatan.
Dalam cerita yang diwariskan turun-temurun, setiap kali Kanjeng Sunan Kudus berkunjung di wilayah ini, Mbah Khomsah selalu menjadi sosok pertama yang menyambutnya.
Bahkan tak hanya merawat Kanjeng Sunan Kudus, akan tetapi Mbah Khomsah juga menjaga kuda milik Sunan Kudus, yang ditempatkan di lapangan Babatan.
Mbah Khomsah dikenal sebagai pribadi tekun, rajin membaca Al Quran, dan istiqamah dalam wiridan. Namun, beliau tidak menyukai bunyi barongan. Hingga kini, kesenian barongan yang melintas di sekitar makamnya akan berhenti membunyikan alat musik sebagai bentuk penghormatan.
Ketika wafat, Mbah Khomsah dimakamkan di dekat tempat tinggalnya. Untuk mengenang jasanya, warga membangun sebuah langgar di samping makam tersebut. Langgar yang kini telah menjadi masjid itu masih aktif digunakan hingga kini.
Sedang untuk menghormatinya, masyarakat rutin menggelar haul Mbah Khomsah setiap 27 Sura (Hijriyah: Muharram). (*)
Mazidatul Chilmi dan Cintya Hidayatus Sholekah, mahasiswa Prodi PBSI FKIP UMK.






































