Ini Tujuh Rekomendasi Hasil Mukernas Ulama Al-Quran

0
2314
Ulama dari luar negeri ikut serta dalam Mukernas Ulama Al-Quran

BOGOR, Suaranahdliyin.com – Bertempat di Hotel The Sahira Bogor, 25-27 September 2018, digelar Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Al-Quran yang digelar oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI.

Mukernas yang mengusung tema “Washatiyyah Islam untuk Kehidupan Beragama yang Lebih Moderat Damai dan Toleran” ini diikuti oleh 110 peserta yang terdiri atas para ulama, akademisi, pakar Bahasa Indonesia dan peneliti al-Quran dari dalam dan luar negeri.

Dari dalam negeri, hadir antara lain KH. M. Ulil Albab Arwani (Kudus), Dr. KH. Ahsin Sakho Muhammad (Cirebon), Dr. KH. Muhaimin Zen (Jakarta), KH. Abdul Hamid (Kediri), KH. Nur Hadi (Bali), Dr. KH. Afifuddin Dimyati (Jombang), Dr. KH. Hilmi Muhammad dan Dr. KH. A. Malik Madani (Yogyakarta), dan KH. Ahmad Ngisomudin (Rois Syuriah PBNU).

‘’Peserta dari luar negeri, yang hadir adalah Prof. Dr. Abdul Karim (Mesir), Prof. Dr. Samih Atsaminah (Jordania), Prof. Dr. Ahmad Miyan at-Tahanawi (Pakistan) dan Dr. Zainal Abidin (Arab Saudi),” terang Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, Dr. H. Muchlis M Hanafi. MA.

Didampingi Abdul Aziz Sidqi, Kabid Pengkajian Mushaf Al-Quran yang juga ketua panitia Mukernas, Dr. H. Muchlis M Hanafi MA., menyampaikan, ada tujuh rekomendasi yang dihasilkan dalam Mukernas tersebut.

Pertama, Pemerintah Indonesia, khususnya Kementerian Agama memberikan perhatian yang sangat besar terkait pelayanan kitab suci, bukan hanya dengan berupaya keras menjamin kesahihan teksnya, juga kesahihan maknanya.

Kedua, di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, perlu mengarusutamakan wasathiyyah sebagai metode keberagamaan, sehingga menjadi acuan berpikir, bersikap dan bertindak umat Islam dalam upaya mewujudkan kehidupan  beragama yang lebih moderat, damai dan toleran.

‘’Ketiga, Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran perlu menindaklanjuti hasil Kajian dan Pengembangan Rasm Mushaf Al-Quran Standar Indonesia, dan menetapkannya sebagai dasar penyempurnaan Mushaf Al-Quran Standar Indonesia. Usaha ini harus dibarengi dengan penyempurnaan Naskah Akademik terkait Rasm Utsmani dalam Mushaf Al-Quran Standar,’’ katanya.

Keempat, Kajian dan Pengembangan Mushaf Al-Quran Standar yang telah dilakukan, seyogyanya tidak berhenti pada aspek rasm saja, namun perlu dikembangkan pada aspek dhabth, waqf  dan ibtida’ dalam rangka penguatan landasan ilmiah Mushaf Al-Quran Standar Indonesia.

“Hasil kajian tersebut perlu disosialisasikan di tengah masyarakat dengan melibatkan para pemangku kepentingan, baik kalangan penerbit Al-Quran, perguruan tinggi, pesantren maupun masyarakat Islam secara umum,’’ lanjut Dr. H. Muchlis M Hanafi MA. menambahkan.

Kelima, aspek rasm, syakl-dhabth, waqaf-ibtida, `addul ây (penghitungan ayat), qirâ`ât dan aspek teknis lainnya dalam kajian ilmu Al-Quran belum mendapatkan perhatian di tanah air, termasuk kalangan akademisi dan ulama Al-Quran. Maka, sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar, pemerintah Indonesia perlu menghidupkan dan mengembangkan disiplin ilmu tersebut di berbagai lembaga pendidikan, serta menyosialisasikannya kepada masyarakat luas.

Keenam, kajian revisi dan pengembangan terjemahan Al-Quran Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama bekerja sama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud RI, merupakan langkah dan upaya dalam menghadirkan terjemahan Al-Quran yang mudah dipahami oleh masyarakat.

Sebagian peserta foto bersama usai Mukernas

“Ada beberapa aspek penting yang perlu diperhatikan dalam proses penyempurnaan terjemahan Al-Quran. Di antaranya memerhatikan perkembangan dinamika dan kosa kata Bahasa Indonesia, menjaga konsistensi dalam penerjemahan, menjaga makna yang dikehendaki oleh teks Al-Quran, sehingga pesan yang terkandung di dalamnya dapat tersampaikan, serta mengimplementasikan kaidah-kaidah tafsir dan Bahasa Arab dalam penerjemahan,’’ ungkapnya.

Ketujuh, mengimbau masyarakat luas agar dalam memahami Al-Quran tidak hanya berpegang pada terjemahan Al-Quran, mengingat keterbatasan yang dimiliki oleh setiap terjemahan. Terjemahan Al-Quran, betapapun bagus dan sempurnanya, tidak dapat sepenuhnya menggambarkan maksud Al-Quran.

“Oleh karena itu, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama, seyogyanya terus berupaya melakukan kajian-kajian terkait dengan pemahaman Al-Quran, sehingga menghasilkan produk-produk yang bermanfaat dan dapat menjawab berbagai persoalan yang berkembang di tengah masyarakat,’’ tuturnya. (rls/ ros, adb)

Comments