
SURABAYA, Suaranahdliyin.com – Dunia Santri Community (DSC) bersama Perhimpunan Dokter Nahdlatul Ulama (PDNU), belum lama ini mengggelar open mic kesehatan melalui Zoom Meeting dan Aplikasi Club House, Senin (30/8/2021) lalu. Open mic mengusung tema “Ganti Kelamin Dalam Sudut Pandang Akademis, Medis dan Hukum Islam”.
Dalam sudut pandang medis, narasumber yang dihadirkan adalah dr Muhammad S Niam (Spesialis Bedah Digestif), dr Ulfah Elfiah (Spesialis Bedah Plastik Rekonstruksi dan Estetik), serta dr Yudi Siswanto (Spesialis Bedah Plastik dan Estetik).
Ketiga dokter itu mengulas hal-hal mendasar mengenai transgender, kemudian proses operasi dan lainnya tentang pergantian kelamin pada seseorang.
Salah satunya ialah beberapa hal mengenai operasi Kelamin. Pertama, operasi mengubah kelamin dari laki-laki ke perempuan dan sebaliknya dihukumi haram. Tasyabbuh ke sex lawannya dengan mengubah penampilan laki-laki dengan baju perempuan dan sebaliknya saja dilaknat, apalagi mengubah kelamin.
Kedua, operasi menyempurnakan kelamin karena kelainan pertumbuhkan baik laki-laki maupun perempuan sangat dianjurkan dalam agama.
Ketiga, dalam menentukan jenis kelamin, didasarkan pada beberapa hal, yakni kromosom seks secara genetik; jenis alat kelamin interna; jenis alat kelamin eksterna; apabila tetap meragukan karena -kelainan bentuk kelamin luar yang tidak jelas mengarah pada laki-laki/perempuan memiliki kedua organ seks laki-laki/perempuan dan keduanya sama-sama berfungsi sempurna atau sama-sama tidak berfungsi, maka boleh ditentukan dengan hati-hati berdasarkan kejiwaan pasien merasa laki-laki/perempuan.
Pada perspektif akademis dan psikologis ada dr Madriana Julia (guru besar FKKMK UGM/ Spesialis Anak), dr Miftakhul Huda (Spesialis Kedokteran Jiwa/ Psikiatri), serta Dian R Zuhdiati (dosen Maser UNESA). Mereka banyak mendedahkan terkait dinamika psikologis bagi pelaku transgender.
Terkait tema open mic ini, dalam sudut pandang Hukum Islam dijelaskan oleh Ustadz Wan Ji Wan Hussin (Dai dan Penulis Buku asal Malaysia), KH. Achmad Shampton Masduqie (pengasuh PP. Nurul Huda Mergosono, Malang), KH. Zahro Wardi (perumus LBM PWNU Jawa Timur) dan mengundang peneliti sosial dan budaya asal Thailand, Rungthum Rangsikul.
KH. Achmad Shampton Masduqie, memaparkan hasil Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur pada 1986, tentang pergantian jenis kelamin. Bahwa jika ada orang normal ingin merubah jenis kelamin karena sekadar tidak merasa nyaman, hukumya otomatis haram.
Sementara ada orang yang memiliki kelamin luar berbeda dengan kelamin dalamnya, maka operasi boleh dilakukan sesuai hajat syariah. Sedang jika ada orang ingin menyempurnakan bentuk kelamin luar yang sudah sama dengan kelamin dalamnya atau untuk kesehatan, maka boleh bahkan dianjurkan untuk melakukan proses operasi.
“Hasil bahsul masail tentang hukum pergantian kelamin, jika ada orang yang memiliki kelamin ganda dan ingin mengubah karena ingin menyesuaikan dengan kelamin yang di dalam maka hukumnya boleh dioperasi. Namun hasil bahsul masil tersebut perlu dikaji kembali, dengan beberapa pembaruan karena permasalahan cacat kelamin ini begitu kompleks,” jelasnya.
KH. Zahro Wardi, menyampaikan, hukum ganti kelamin dari yang awal laki-laki ingin merubah ke perempuan atau sebaliknya, juga telah dibahas pada fatwa Majlis Ulama Indonesia (MUI) pada Juli 2020, dan sudah dijelaskan secara rinci di Muktamar NU tanggal 10-16 Rajab bertepatan 5-11 Juni 1979 di Semarang.
Hasil keduanya menegaskan, bahwa ganti kelamin itu haram. “Haram ini harus kita pahami, membuka di Tafsir Qurtubi dan Syarwani, bahwa pertimbangan ganti kelamin itu haram, dalam koredor mereka yang sudah terdeteksi jenis kelaminnya, karena sudah dijelaskan juga dalam surat An-nisa ayat 119, mengganti kelamin sama halnya merubah kodrat Allah,” ujar Kiai Zahro.
Hal lain yang menyebabkan ganti kelamin haram, adalah karena adanya unsur penipuan sesama manusia, yang berikutnya ketidakbolehan mengganti jenis kelamin karena akan menyerupai lawan jenis.
“Kajian fikih tegas, penetunya ialah ciri primer yakni jenis kelamin dan alat reproduksi. Hal-hal yang mengubah fisik secara permanen itu dilarang oleh Allah, seperti mentato, mencukur alis, dan mengganti jenis kelamin,” jelasnya.
Ia memaparkan, bahwa terdapat pengecualian, operasi alat kelamin dapat diperbolehkan jika berdampak kepada kesehatan. Seperti dalam kasus bibir sumbing, yang memang perlu dirubah untuk kebaikan.
Ditambahkannya, dalam perspektif tasawuf, Allah memerintahkan manusia untuk bersabar dan bersyukur. “Maka jika ada orang ingin mengubah fisik termasuk gender, karena alasan tidak nyaman dengan ketentuan yang diberi, maka hendaknya ia melihat orang yang kurang beruntung seperti orang cacat, agar setelahnya timbul rasa bersyukur atas ketetapan yang diberikan Allah,” tuturnya. (doel/ adb, ros, rid)