
SOLO,Suaranahdliyin.com.- Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama (LTN NU).Surakarta mengadakan diskusi dalam Majelis Selapanan di Ndalem Njenengan Jl Honggowongso, Jayengan Jum’at (3/10/2025). Kali ini, LTN NU mengangkat tema mengenang jejak sang pendekar pena H.Mahbub Junaidi.
Ketua LTN NU Surakarta Ikhwan Kholidin menegaskan diskusi tematik Selapanan yang mengambil tema Mengenang Jejak Sang Pendekar Pena M.Mahbub Junaidi ( 30 tahun wafat 1 Oktober 1995 – 1 Oktober 2025) untuk memberi spirit ke generasi muda tentang ketokohan beliau.
“Semoga kita mendapatkan mutiara – mutiara hikmah dengan mengenang M. Mahbub Junaidi sehingga menjadikan bagi kita bahwa perjuangan mudah dilakukan,”tegasnya.
Pegiat Sejarah Nahdlatul Ulama (NU) Aji Najmuddin menyebut Mahbub Junaidi yang juga mantan pemimpin redaksi koran NU Duta Masyarakat adalah seorang kiai.
“Beliau seorang kiai dimana pengertian kiai menurut materi Pendidikan Kader Penggerak Nahdlatul Ulama ( PKPNU ) bahwa klasifikasi kiai terdiri dari dua pengertian yakni kiai tutur dan catur. Kiai tutur didefinisikan sebagai orang yang mempunyai kelebihan dalam hal tulis – menulis. Dan kiai catur terdefinisikan sebagai orang yang mempunyai kelebihan ahli politik,” ucapnya.
Selanjutnya Mas Aji, sapaan akrab Aji Najmuddin menambahkan perjalanan karier keorganisasian semasa hidup M. Mahbub Junaidi.
“Debut perjalan karier beliau yakni Eks Ketua PB PMII, Wakil Ketua PP GP Ansor, Ketua PB NU, Ketua PWI ( Persatuan Wartawan Indonesia ),”tambahnya.
Lebih lanjut Mas Aji, menuturkan beberapa tokoh yang sangat mempengaruhi kepribadian seorang M. Mahbub Junaidi.
“Kepribadian M. Mahbub Junaidi terbentuk oleh sosok Sang ayah yakni Kiai Junaidi, seorang ulama Betawi sebagai tokoh birokrat Peradilan Tinggi Agama Islam pada era awal kemerdekaan.”tuturnya.
“Kepribadian tersebut diantaranya Kesederhanaan, Integritas, Kejujuran. Sosok lain turut membentuk karakter Mahbub Junaidi ialah KH. Amir Hamzah, salah satu ulama pengasuh Madrasah Mamba’ul Ulum yang mengajarkan ilmu agama dan umum,”lanjut Mas Ajie.

Pembicara lain Joko Priyono menambahkan, bahwa yang mempengaruhi karakter Mahbub Junaidi ialah latar belakang pendidikan beliau.
“Pendidikan Mahbub di sekolah umum atau pun pesantren madrasah Mamba’ul Ulum,” jelasnya
Joko Priyono juga menambahkan karya sastra Mahbub Junaidi berupa novel sempat mendapatkan penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta.
” Novel karya satra Mahbub Junaidi ialah Dari Hari Ke Hari yang mendapatkan penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 1974. Pada tahun 1975 Novel Dari Hari Ke Hari diterbitkan oleh Pustaka Jaya dan mendapatkan apresiasi dari beberapa tokoh bahwa Mahbub Junaidi mampu mendeskripsikan Peristiwa Revolusi Fisik tahun 1949,” imbuhnya.
Selanjutnya Joko Priyono menjelaskan tidak hanya ketokohan seseorang melainkan ada berupa karya sastra yang berpengaruh pada pola pemikiran M. Mahbub Junaidi.
“Karya sastra yang sangat berpengaruh pada pemikiran Mahbub Junaidi adalah terjemahan buku “100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah” karya Michael Hart dan “The Road to Ramadan” karya Mohamed Haikal,” jelasnya.
Menurut Joko Priyono, kota Surakarta sedikit banyak memiliki peran membentuk Pemikiran dan Kepribadian seorang Mahbub Junaidi.
“Meski Mahbub Junaidi hanya 4 tahun tinggal di Solo akan tetapi kehidupan di sini sangat mempengaruhi Pemikiran dan Kepribadian seorang Mahbub Junaidi,”tegasnya. (Eko Priyanto/adb)