
SURAKARTA,Suaranahdliyin.com – Selama ini, Pondok Pesantren Raudlatul Muhibbin Surakarta, dikenal sebagai pesantren yang konsisten mengusung nilai-nilai keilmuan yang mendalam dan kebangsaan yang kuat, Sejak berdiri 3 tahun lalu, pesantren yang berlokasi di Jl. Markisa II. No. 6, Karangasem, Laweyan, Surakarta membuka program Takhassus Fiqih Perbandingan Mazhab.
Pada pekan akhir Juli 2925, Pesantren Raudlatul Muhibbin membuka dua cabang baru. Pertama di Desa Tuban, Kecamatan Gondangrejo, Kabupaten Karanganyar dan kedua di Desa Gajahan, Kecamatan Colomadu,
“Dua cabang ini bukan sekadar perluasan geografis, melainkan pengembangan visi besar: memperkuat keilmuan Islam secara spesifik dan mendalam, khususnya dalam bidang Tafsir dan Hadits,”ujar pengasuh Pondok Pesantren Raudlatul Muhibbin KH. Ahmad Muhamad Mustain Nasuha.
Pesantren Raudlatul Muhibbin Cabang desa Tuban Gondangrejo disiapkan menjadi rumah baru bagi para santri yang ingin mendalami bidang Tafsir. Sementara itu, cabang kedua dibuka di Desa Gajahan, Kecamatan Colomadi secara khusus akan menampung para penuntut ilmu dalam disiplin Hadis.
“Dua lokasi yang berbeda ini mewakili dua arus utama dalam keilmuan Islam yang akan dipelajari dengan penuh kesungguhan dan metodologi pesantren yang khas: tradisional namun progresif,”terang KH.Ahmad Mustain.
Menurut Direktur Pusat Studi Konstitusi dan Hukum Islam Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta ini, pembukaan dua cabang ini lahir dari kebutuhan zaman dan hasil dari proses kontemplasi panjang. Dunia hari ini, kata dia,, tidak hanya membutuhkan ulama secara umum, tetapi juga ulama yang mufassir dan muhaddits, yang memiliki spesialisasi dan kedalaman dalam bidang-bidang keilmuan tertentu, serta mampu menjawab tantangan intelektual dan sosial umat Islam masa kini.
“Cabang Tafsir di Desa Tuban membawa misi besar untuk mencetak para mufassir ulul albab mereka yang tidak hanya mampu menafsirkan teks, tetapi juga memadukan kedalaman ilmu dengan ketajaman konteks.”,jelas KH. Ahmad Mustain.
Mengenai kurikulum yang disusun, terangnya, meliputi kitab-kitab monumental dalam dunia tafsir, seperti Tafsir Jalalain, An-Nukat Wal Uyun karya Al-Mawardi, Al-Kasysaf karya Zamakhsyari, Rawā’iʿ al-Bayān karya Imam Ali Ash-Shobuni, hingga Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir An-Nasafi, Tafsir Al-Maraghi, dan Al-Futuhat Ar-Rabbaniyyah fi at-Tafsir.
“Para santri tidak hanya diajak memahami teks, tetapi juga menghafal Al-Qur’an dan Tafsir Jalalain secara sistematis,”imbuh KH Ahmad Mustain.
Sementara itu, Cabang Hadis di Desa Gajahan didesain untuk menjadi pusat pengkajian hadis dan ilmu-ilmu musthalah yang kuat dan mendalam. Santri akan bergulat langsung dengan Sahih Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i, Ibnu Majah, serta Musnad Ahmad. Tidak hanya itu, ilmu-ilmu seperti Rijalul Hadits, Jarh wa Ta’dil, Asbab al-Wurud, Nasikh Mansukh, Ilal Hadits, dan Mukhtalif Hadis menjadi bagian inti dalam kurikulum.
“Mereka (santri) dituntun untuk tidak sekadar membaca, tetapi juga menghafal dan menganalisis secara kritis sanad dan matan,”tandas dia.

Kiai yang juga Pengurus Wilayah Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum NU Jawa Tengah ini menegaskan kedua cabang ini tetap mengusung metode khas pesantren: sistem bandongan, halaqah, sorogan, dan tasmi’ menjadi ruh pembelajaran sehari-hari. Santri menjalani proses belajar dari pukul 06.00 pagi hingga 21.30 malam, dengan pembagian jam belajar yang terstruktur dan intensif. Kitab-kitab dasar seperti Safinah, Taqrib, Fathul Qorib, dan Fathul Muin tetap menjadi fondasi penguatan fiqih dan manhaj keilmuan pesantren.
“Lebih dari sekadar tempat belajar, dua cabang baru ini merupakan laboratorium kehidupan. Di sana, santri tidak hanya belajar ilmu, tetapi juga akhlak, kedisiplinan, ketekunan, dan cinta tanah air. Pondok berkomitmen membangun generasi ulama masa depan yang berilmu tinggi, berakhlak luhur, serta berpikiran terbuka namun kokoh dalam prinsip.”ungkap KH Ahmad Mustain.
Dengan diresmikannya dua cabang baru ini, Pondok Pesantren Raudlatul Muhibbin semakin menegaskan perannya sebagai mercusuar keilmuan Islam di Surakarta dan sekitarnya. Tidak hanya menjadi tempat belajar, tetapi menjadi pusat peradaban Islam yang mencetak generasi penerus yang tidak tercerabut dari akar tradisi, namun tetap mampu berdiri tegak di tengah tantangan zaman.
“Semoga dari tempat ini akan lahir para penafsir zaman dan pewaris hadis Rasulullah yang mampu membawa Islam ke tengah-tengah masyarakat dengan wajah yang ramah, toleran, dan memberi solusi atas problematika umat dan bangsa.”harap KH.Ahmad Mustain.(lis/adb)