Oleh: H Hisyam Zamroni

Setelah Sultan Hadlirin meninggal dunia pada 1549, Sultan Trenggono (Raja Kerajaan Demak Bintoro) mengangkat putrinya, istri dari Sultan Hadlirin, yaitu Ni Mas Rara Ayu Retna Kencana menjadi Ratu di Kerajaan Kalinyamat, sekira 10 April 1549 dengan gelar Ratu Kalinyamat ing Tlatah Jepara.
Ratu Kalinyamat adalah seorang perempuan yang cantik, cerdas, kaya, berkarakter, ksatria, adil, mumpuni dan pemberani, sehingga Portugis memberinya julukan “Reinha de Jepara, Senhora Poderosa e Rica, de Kranige Dame” (Ratu Jepara seorang perempuan yang kaya, berkuasa, dan perempuan pemberani).
Wilayah kekuasaan Ratu Kalinyamat membentang di seluruh pantai utara Jawa Tengah, hingga ke Sumatera dan pulau Bangka-Belitung, dengan kekuatan armada perdagangan dan armada angkatan laut lebih dari 1000 kapal. Pada masa pemerintahan Ratu Kalinyamat, strategi pembangunan dan pengembangan lebih diarahkan pada penguatan dan pengembangan sektor ekonomi perdagangan dan kemaritiman.
Di sektor perdagangan, masih dapat dilihat jejaknya melalui klaster-klaster usaha ekonomi masyarakat, yang tersentral di desa-desa berupa klaster kebutuhan pokok seperti kebutuhan pangan, sandang dan lainnya.
Ada juga klaster kerajinan industri rumahan seperti kerajinan monel, rotan dan ukiran kayu yang telah mendunia. Kerajinan ukiran kayu khas Jepara sendiri, sudah berkembang dan dikenal dunia global sejak abad XII, di mana tahun itu telah terjadi migrasi orang-orang China ke Jepara yang memiliki keahlian seni ukir dan pertukangan.
Pada masa Sultan Hadlirin, kerajinan ukir berkembang sangat pesat, karena memiliki sebuah kementerian ekonomi perdagangan yang dipimpin Tjie Hwio Gwan (Ki Sungging Badar Dawung), yang di masa Ratu Kalinyamat memerintah, Ki Sungging Badar Dawung kemudian diangkat sebagai Menteri Senior yang juga Wakil Ratu Kalinyamat.
Itulah yang antara lain membuat sektor perdagangan di Kerajaan Kalinyamat maju dengan pesat, dan mampu mengekspor produk-produk ekonomi masyarakat Jepara ke kerajaan-kerajaan lain di Nusantara bahkan sampai ke luar Negeri seperti Johor, India, Gujarat, China, Timur Tengah dan ke Eropa melalui jalur sutra perdagangan internasional Selat Malaka.
Kerajaan Kalinyamat tidak hanya kuat di sektor perdagangan, juga di sektor kemaritiman. Ada juga Syahbandar (pelabuhan internasional) yang terbagi menjadi dua gate, yaitu pelabuhan perdagangan internasional dan pelabuhan angkatan laut Kalinyamat.
Angkatan laut Kerajaan Kalinyamat, waktu itu, memiliki semboyan yang sangat dahsyat, yaitu “Amurat Ludira”. Maknanya, lebih baik bersimbah darah ketimbang gagal di medan pertempuran. Bila sehelai rambut Ratu kami jatuh ke bumi, maka kami hanguskan dan kami tumpas musuh-musuh kami hingga ke-akar-akarnya.
Untuk diketahui, angkatan laut Kerajaan Kalinyamat waktu itu juga sangat kuat, yakni berkekuatan 100.000 prajurit dengan didukung 700 kapal dan 1000 meriam yang dipimpin oleh Datuk Singorojo, Panglima Besar Kerajaan Kalinyamat, dibantu Syech Jaga Laut (Ki Demang Laksamana Senapati Angkatan Laut). Maka tak heran jika Negara-negara Eropa seperti Portugis dan Spanyol pun merasa segan berhadapan dengan pasukan angkatan laut Kerajaan Kalinyamat.
Selain itu, dalam kabinet Kerajaan Kalinyamat juga ada Syech Amir Hasan (Karimunjawa) sebagai Menteri Dalam Negeri dan Tata Pemerintahan; Datuk Gunardi Singaraja (Panglima Besar Kerajaan), Syech Jaga Laut/ Ki Demang Laksamana (Senapati Angkatan Laut), Syech Panembahan Juminah (Senapati Angkatan Laut), Syech Datuk Jagasari (Menteri Agama), Syech Datuk Subuh (Mahkamah Agung & Menteri Kehakiman), Syech Laduni (Menteri Pendidikan), Syech Raden Abdul Jalil dan Syech Wiratikta (Penasihat Ratu), Syech Shidiq (Pamangku Masjid Kerajaan), Ki Natakusuma (Sekretaris Negara).
Dengan strategi-strategi yang dijalankan, Kerajaan Kalinyamat pun leluasa mengembangkan kerja sama dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara seperti Kerajaan Maluku, Ambon, Malaka, Johor, Aceh, dan Banten.
Pada 1550, Raja Johor mengirim surat kepada Ratu Kalinyamat, yang isinya memohon kepada Ratu Kalinyamat membantu mengirimkan pasukannya untuk menyerang Portugis di Malaka. Ratu Kalinyamat menyetujuinya, dengan mengirimkan armada lautnya pada 1551 M. Sebanyak 40 kapal perang yang dipersenjatai 100 meriam, mengangkut sekira 5000 prajurit angkatan laut.

Kemudian pada 1565 M, Suku Hitu (Ambon) juga meminta bantuan pasukan kepada Ratu Kalinyamat. Permohonan bantuan ini juga disetujui, yang kemudian Ratu Kalinyamat mengirim pasukannya untuk melawan Portugis dan Bangsa Hative.
Selanjutnya, pada 1573 M, Sultan Aceh Darussalam meminta bantuan pasukan kepada Ratu Kalinyamat, untuk menyerbu Penjajah Portugis di Malaka. Ratu Kalinyamat menyetujuinya, dan mengirim 300 armada kapal dan 400 meriam yang mengangkut pasukan sebanyak 15.000 prajurit yang dipimpin langsung oleh Syech Jaga Laut (Ki Demang Laksamana) sebagai senapati.
Dan di masa keemasan Pemerintahan Ratu Kalinyamat, ia menjadikan Jepara sebagai salah satu pusat penyebaran Islam di Nusantara, melalui hubungan dagang yang kemudian dikenal di berbagai penjuru dunia. Pada 1550 M, Ratu Kalinyamat mendirikan masjid resmi kerajaan dengan arsitektural yang sangat indah, bersusun lima mirip “pagoda” dengan takmir masjidnya adalah syech Shidiq.
Lalu pada 1559 M, sang ratu mendirikan Masjid di Mantingan, dengan ornamen-ornamen yang berasal dari China yang indah, sebagai prasasti Masjid “Pathok Negara” Kerajaan Kalinyamat Jepara. (*)
H Hisyam Zamroni,
Penulis adalah wakil ketua PCNU Kabupaten Jepara.