JEPANG, Suaranahdliyin.com – Perempuan mampu mengupayakan perubahan sosial dengan keberaniannya. Seperti halnya melakukan kritik terhadap kenyataan yang ada.
Demikian yang disampaikan pengasuh pondok pesantren Al Quranniy, Ngunut, Gunungkidul, Azuma Muhammad Lc, M. Ag dalam webinar peringatan peringatan Nuzulul Qur’an yang diselenggarakan Pengurus Cabang Istimewa (PCI) Fatayat NU Jepang, melalui live platform instagram Fatayat NU Jepang, Sabtu (30/2024).
Pada kesempatan itu, santri jebolan pondok Al-Munawir Krapyak yang akrab disapa Azuma memaparkan terkait tafsir surah Al-Mujadilah yang memiliki arti “perempuan pendebat”, yaitu perempuan yang menyampaikan keluh kesahnya kepada Allah. Ketika ia tidak ‘menyerah’ dalam menuntut keadilan atas haknya dan hak anak anaknya serta tidak begitu saja ridla atas perilaku suaminya (terkait hukum zihar).
“Surat Al-Mujadilah merupakan gambaran bagaimana proses transformasi sosial didorong oleh Al-Qur’an dan perempuan sebagai agen aktif perubahan,”lanjut Azuma.
Namun, terang diac apabila upaya yang maksimal belum membuahkan hasil, maka haruslah berserah dan mengadukan keluh kesahnya pada Allah. Allah tidak akan membiarkan upaya kebaikan terabaikan begitu saja.
“Setiap dari kita mengemban misi transformasi yang dapat kita lakukan dimulai dari lingkup terkecil, yaitu keluarga”ujar pria yang pernah aktif di PCINU Mesir ini.
Ketua PCI Fatayat NU Jepang Nafilatul Laily mengharapkan peringatan Nuzulul Qur’an menjadi momentum untuk memperbaiki dan meningkatkan interaksi kita terhadap AI Qur’an.
Ditegaskan, bukan hanya sebagai pembaca pasif tetapi juga bisa menjadi pembaca kritis.Tujuannya, untuk mempelajari dan mendalami seluruh kandungan Al-Quran secara utuh dan komprehensif.
‘Pemilihan tema “ayat-ayat tentang perempuan” dilatarbelakangi oleh mulianya perempuan di dalam Islam,”lanjut Laily.(lina, sridian/adb)