
SEMARANG,Suaranahdliyin.com – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diminta menghentikan sinetron Suara Hati Istri episode Zahra yang ditayangkan salah satu televisi swasta nasional berjaringan. Hal itu disampaikan Anggota Komisi E DPRD Jateng Tazkiyyatul Muthmainnah.
Tazkiyatul Muthmainnah menyatakan prihatin adanya sinetron Suara Hati Zahra karena menggunakan artis berusia 15 tahun yang memerankan sebagai istri ketiga. Selain itu, konten dalam sinetron tersebut justru terkesan mengkampanyekan pernikahan usia anak.
“Saya berharap KPI tegas untuk menghentikan tayangan sinetron tersebut karena tidak memberikan edukasi yang baik,”katanya sebagaimana rilis yang diterima Suaranahdliyin.com,Sabtu (5/6/2021)
Anggota Fraksi PKB DPRD Jateng yang akrab disapa Iin ini mengatakan meskipun KPI telah memanggil pengelola stasiun televisi dan memberikan saran agar mengganti pemeran, hal itu belumlah cukup. Sebab yang terpenting jangan sampai televisi menayangkan lagi pernikahan usia anak, apalagi dalam cerita poligami.
“Berkaca dari sinetron Zahra ini mestinya bukan hanya pada masalah usia pemeran. Namun juga pada konten di televisi. .”ujarnya ketua Pimpinan Wilayah Fatayat NU jawa Tengah ini,
Sebagaimana diketahui, KPI menindaklanjuti tayangan sinetron Suara Hati Istri episode Zahra yang mendapat kecaman dari netizen. KPI telah meminta penjelasan dari stasiun televisi tersebut.
Pihak stasiun televisi menerima masukan dari KPI dan segera mengganti pemeran dalam tiga episode mendatang. Selanjutnya akan menjadi acuan stasiun televisi untuk selalu mengingatkan production house (PH) agar memakai pemeran-pemeran usia di atas 18 tahun untuk peran yang sudah menikah.
Lebih lanjut, Iin menandaskan tidak sepatutnya televisi menayangkan sinetron yang menceritakan pernikahan anak. “Apalagi dikemas dalam cerita poligomi, di sana juga diceritakan pemain mengalami kekerasan berupa paksaan menikah maupun kekerasan secara psikis.”imbuhnya.
Dia mengatakan Indonesia sedang berupaya menekan angka usia nikah anak yang masih tinggi. Di Jateng hampir 12.000 kasus pernikahan anak. “Kenapa justru ada stasiun televisi yang menayangkan pernikahan usia anak?” Tanya Iin.
Di dalam UU Penyiaran, katanya, anak merupakan khalayak khusus yang harus dilindungi. Televisi harus menjadi media yang ramah anak dengan cara melindungi dan memberikan hak anak.
“Dalam UU Pernikahan batas usia menikah adalah 19 tahun. Jadi sekali lagi, bukan semata persoalan usia pemeran, tapi jangan sampai ada tayangan pernikahan usia anak,” tegas dia.
Iin yang juga Ketua Pansus Raperda Perlindungan Anak DPRD Jateng ini mendorong semua lembaga penyiaran harus memegang prinsip bahwa salah satu fungsi penyiaran adalah hiburan. Namun ada lanjutannnya yaitu hiburan yang sehat,
:KPI jangan lemah, harus tegas, tunjukkan taji KPI agar konten televisi lebih berkualitas.”tegasnya.(adb/ros)