Jejak Ulama
Kiai Ahmad Da’in Amin, Sang Peletak Fondasi Madrasah Banat Kudus

0
3963
Kiai Ahmad Da’in Amin

Namanya memang kurang begitu dikenal masyarakat, tak terkecuali masyarakat Kabupaten Kudus, tempat ia lahir dan dibesarkan. Namun demikian, jasa dan kontribusinya bagi Kabupaten Kudus, khususnya dalam bidang pendidikan, terlebij pendidikan wanita, sangatlah besar.

Adalah Kiai Ahmad Masda’in Amin, sosok cerdas dan memiliki pemikiran jauh ke depan, dalam hal memajukan pendidikan, khususnya untuk meningkatkan kualitas keilmuan kaum hawa.

K Ahmad Da’in Amin –lebih dikenal dengan Kiai Masda’in- adalah adik kandung KH M Arwani Amin, putra dari pasangan H Amin Said dan Hj Wanifah di Desa Madureksan, Kerjasan, sebelah selatan masjid Menara Kudus.

Ia adalah putra ketujuh dari 12 bersaudara. Secara berurutan saudaranya adalah Muzainah, M Arwani Amin, Farkhan, Sholikhah, H Abdul Muqsith, Khafidz, Ahmad Da’in, Ahmad Malikh, I’anah, Ni’mah, Muflikhah, dan Ulya.

Sebutan “Mas” yang tersemat di namanya, berawal ketika ia nyantri kepada KH Hasyim Asy’ari. Karena kegigihan dan kecerdasannya yang luar biasa, Mbah Hasyim memanggilnya dengan sebutan “Mas”, padahal Mbah Hasyim biasa memanggil santrinya dengan sebutan “Cung”.

Semasa kecil, Mas Da’in suka bermain kelereng selayaknya anak-anak pada umumnya. Di lain, hari orang tuanya sowan (Silaturrohim) ke kiai, dikatakan: “Anakmu wis ana sing sing apal Qur’an, kok.” (Anak kamu sudah ada yang hafal Al-Qur’an).

Namun orang tuanya belum menyadari, bahwa di antaranya putra putrinya sudah ada yang hafal al-Qur’an. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, akhirnya diketahui, bahwa Ahmad Da’in lah anak yang dimaksud, yang ketika itu berusia 8 tahun.

Dari situ kakak-kakaknya bertambah semangat mengaji, walaupun sudah pada mengajar. Salah satunya KH M Arwani Amin. Tak hanya hafal al-Qur’an, Ahmad Da’in Amin juga disebut hafal Hadis Bukhari Muslim yang jumlahnya 7.285 Hadits, hafal 5000 Nadhom Bahjah, bahkan menguasai Bahasa Arab dan Bahasa Inggris.

Ketika Ahmad Da’in nyantri di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, ia pernah mendapatkan hadiah 1 ringgit dari gurunya, KH Hasyim Asy’ari, karena kecerdasannya saat mengikuti ujian dari Mbah Hasyim.

Kiai Ahmad Da’in Amin mempunyai peninggalan kitab berjudul “Inqodzul Ghoriq” (nadham Sullam Taufiq).

KH M Sya’roni Ahmadi, menceritakan, suatu ketika kiai khataman al-Qur’an di Solo di suatu Masjid. Jama’ah di masjid itu sangat banyak yang hadir, mulai setengah 6 (selepas Shubuh) hingga menjelang Maghrib.

Di tempat itu, Kiai Sya’roni ditanya salah satu kiai setempat, “Sampeyan niku napane Mas Da’in?” (Kamu itu siapanya Mas Da’in?). “Kula sak derekipun,” (Saya saudranya),” jawab Kiai Sya’roni. Padahal yang dimaksud adalah “saudara Islam”. Tetapi kiai setempat menyangka Kiai Sya’roni itu adiknya.

Maka Kiai Sya’roni disalamin (dijabat tangannya) oleh orang banyak, sampai beribu-ribu, karena Kiai Sya’roni dianggap saudaranya Kiai Ahmad Da’in (Mas Da’in). dan cerita seperti itu tidak hanya di Solo, juga di Gontor. Itu menandakan bahwa nama Mas Da’in memang cukup masyhur di daerah tersebut.

Sayang sekali, Kiai Ahmad Da’in wafat di usia yang masih sangat muda, yakni sekira 28 tahun dan belum sempat menikah, karena hidupnya banyak digunakan untuk menuntut ilmu dan berjuang, terutama dalam memperjuangkan pendidikan kaum wanita.

Madrasah Banat yang kini menjadi salah satu sekolah putri favorit di Kudus, adalah salah satu bukti dari perjuangan K Ahmad Da’in Amin melalui bidang pendidikan.

Peletak Dasar Berdirinya Madrasah Banat   

Bermula dari tekad K Ahmad Da’in Amin pada 1940 mendirikan TK Banat NU sebagai awal cita-cita mencetak kader-kader Muslimah, yang diharapkan siap menjadi pemimpin umat.

Pada gilirannya, Madrasah Banat mengalami perkembangan yang luar biasa. Pada 1952 berdiri MI Banat NU, disusul jenjang MTs pada 1957, dan kemudian pada 3 Januari 1972 berdiri MA Banat NU, dengan awal peserta didik sebanyak tujuh anak. Pada 2 September 1994, MAK NU Banat NU Kudus secara resmi membuka Program Keagamaan.

Ketika awal mendirikan Madrasah Banat NU, K Ahmad Da’in Amin dibantu oleh KH Ahdlori Utsman, H Zainuri Noor, H Noor Dahlan dan Rodli Millah, yang tergabung dalam pengurus Madrasah Banat.

Pada tahun 1981 dibentuk Yayasan Pendidikan Banat, dengan Akta Nomor 45/81. Dengan kepengurusan Yayasan Pendidikan Banat perkembangan Madrasah dari tahun ke tahun bertambah baik, diminati oleh masyarakat dengan tamatan yang bisa diterima di masyarakat. Perguruan tinggi negeri maupun swasta, perguruan tinggi agama maupun umum pernah diisi oleh alumni Madrasah Banat NU Kudus.

Cita-cita awal pendirian Madrasah Banat, yaitu untuk membekali wanita-wanita Islam, agar berpengetahuan Islam yang amali dan mampu memimpin wanita-wanita Islam untuk hidup maju bersama masyarakat yang lain, melangkah untuk memenuhi tuntutan zaman, dan mampu berkompetisi positif dengan lembaga-lembaga yang lain.

K Ahmad Da’in Amin bersama para pendiri Madrasah Banat, telah membuat fondasi yang sangat baik dalam mengelola lembaga pendidikan, dengan penuh ketekunan dan keikhlasan. Ibarat menanam tunas pohon, maka akan berimbuh selanjutnya, dan memberikan manfaat bagi masyarakat. (*)

M Fariz Haidar,

Adalah mahasantri Program Studi atau Takhashshush Ilmu Falak pada Ma’had Aly Tasywiquth Thullab Salafiyah (TBS) Kudus

 

Comments