Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM
Islam is the most peacefull religion of the world (Robert Mc Gee, kepala studi banding Peace Foundation Internasional dari UNESCO, Senin, 4/7/2016).
Pernyataan tersebut, tidak mudah untuk diucapkan oleh seorang pejabat selevel UNESCO, jika tidak valid, obyektif dan akurat. Jika tesis itu tidak berdasar, taruhan di mata dunia sains, riset dan politik sangat berat. Di sisi lain, itu melengkapi berbagai penelitian yang memetakan, bahwa Islam sebagai agama damai.
Prof Dr David Cortright mengutarakan tesis yang lebih gamblang: “…the Prophet Muhammad as. earnestly used to make in his prayers several time every Day “O God,You are the original source of Peace, from You is all Peace, and to You returns all Peace. So make us live with Peace, and let us enter paradise: the House of Peace,” اللهم انت السلام ومنك اليلام واليك يعودالسلام فحينا ربنابالسلام وادخلناالجنةدارالسلام,
Artinya: Nabi Muhammad sejak pagi-pagi sudah menjadikan zikir doa tiap hari dengan permohonan: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Dzat Yang Maha Damai. Dari Engkaulah datangnya kedamaian. Dan kepada Engkaulah kembalinya kedamaian. Maka berikanlah hidup kami dalam kedamaian, dan masukkanlah kami ke dalam rumah = surga kedamaian. (Muchotob Hamzah, Agama dan Negara, 2018)
Al-Quran menyebut kata damai (salaam) yang berakar dari kata “Silmun-Salmun-Salaamah,” kurang lebih sebanyak 146 kali. Dalam sebuah hadis, Nabi juga menyatakan, agar seorang muslim memberikan salam kepada orang yang ia kenal maupun orang yang tidak ia kenal. (Bukhari No 6236)
Kalaupun ada orang non Islam memberi salam dengan memlesetkan kata “As-Salaam” dengan “As-Saam ‘alaikum” = Semoga racun bagi kalian, Nabi hanya menganjurkan menjawab dengan “alaikum” (Muslim No. 4027), tanpa harus melaknat dan memakinya.
Betul di dalam al-Quran ada ayat-ayat perang. Al-Quran menyebut dari akar kata “qatala-yaqtulu-qatlan-qitaalan” dengan derivasinya sebanyak 170 kali. Turunan maknanya bisa berarti perang, memerangi, diperangi, membunuh, pembunuhan, disalib, bertengkar, dan lainnya.
Apapun pemaknaannya, ada satu hal substantif dari kata itu dalam al-Quran. Yaitu bahwa kaum muslimin tidak boleh berperang, kecuali dalam posisi defensif (bertahan). Perang baru bisa digerakkan, setelah ada provokasi dan/ atau inisiasi dari lawan. Ini sebagaimana kasus perang Bani Nadzir, yang terbukti merencanakan pembunuhan terhadap Nabi. (Ibnu Hisyam 2/ 189)
Ada juga hadis yang sering disalahpahami, sehingga Islam dianggap memaksa orang masuk Islam dengan pedang. Ini karena hadis: امرت ان اقاتل الناس حتى يشهدواان لا اله الا الله. Artinya: Aku diperintah untuk (saling) beradu kekuatan dengan manusia, sampai mereka bersyahadat. Ini seakan orang non Islam harus diislamkan dengan pedang. (Bukhari No 25; Muslim No 22)
Prof Said Ramadhan al-Buthi, menjelaskan, kata “uqaatila” dengan tambahan alif pada fa’ fi’il, berarti “saling = musyarakah”, bukan berarti membunuh orang non muslim yang tidak mau syahadat.
Nabi suatu ketika berwasiat kepada umatnya, untuk tidak mengharap datangnya musuh (diperintah untuk menjauhi perang). Dengan kata lain, harus selalu berpikir positif agar hidup selalu dalam perdamaian. Akan tetapi bila bertemu musuh, hendaklah bersabar dan tidak lari dari gelanggang. (Abu Dawud 2261)
Akan tetapi, keramahan Islam terusik setelah lahirnya sekte Wahabi-Salafi. Kelahiran Wahabi Salafi terbelah dua. Ada yang sangat pro Barat (Saudi Arabia, UEA, dan lainnya). Ada yang anti Barat (Al-Qaeda, JI, dll). Sedang ISIS dan afiliasinya, JAD, belum nampak menarget Barat, karena ISIS dipandang buatan AS sendiri.
Mereka (ISISI) banyak membantai sesama muslim yang tidak sepaham, dan non muslim domestik. Sedangkan Al-Qaeda, JI dan afiliasinya, banyak mentargetkan orang non muslim, utamanya warga dan Negara Barat. Wallaahu a’lam bi al-shawaab. (*)
Dr KH Muchotob Hamzah MM,
Penulis adalah Rektor Universitas Sains al-Qur’an (Unsiq) Jawa Tengah di Wonosobo.