Ramadan, bulan suci penuh berkah, dengan pahala berlipatganda bagi orang-orang yang mengerjakan kebaikan. Tak salah, jika Ramadan pun dinilai sebagai momentum untuk meningkatkan ketakwaan dan memperbanyak amal kebaikan.
Berbagai kebaikan dilakukan umat Islam, dengan berharap rida Allah Subhanahu wa Ta’ala. Salah satunya memberi makan bagi orang yang berpuasa, baik untuk takjil atau berbuka puasa), atau untuk sahur, misalnya.
Tentu saja, dengan memberi sesuatu (sedekah) kepada orang lain, itu sesuatu yang tidak hanya membahagiakan bagi yang diberi, tetapi yang memberi juga bahagia.
Sehingga bisa dikatakan, sedekah itu sebenarnya adalah aktivitas yang bahagia dan juga membahagiakan.
Ya, sering kita jumpai di saat Ramadan, beberapa orang atau komunitas, sibuk berbagi takjil untuk orang yang berpuasa. Alasan yang sering muncul, berbagi takjil adalaj salah satu kebaikan yang mudah dilakukan dan terjangkau.
Selain itu, dengan kebaikan yang dilakukan itu, diharapkan akan mendekatkan pada Rahmat dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Hal itu sebagaimana ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam: “Barang siapa yang memberi makaman untuk berbuka kepada orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun”.
Ini berarti, Ramadan adalah bulan, yang, bagi banyak orang, memunculkan kesadaran untuk bersedekah atau berbagi kepada sesama.
Pemberian takjil itu, juga dilakukan oleh Pondok Prisma Quranuna Kudus, yang pendanaannya dari hasil iuran para santriyah.
Pembagian takjil ini bertujuan membantu warga yang masih dalam perjalanan, yang hendak berbuka puasa. Selain itu, juga untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama dan meningkatkan kebersamaan dan ruang silaturahmi dengan Masyarakat.
Dan yang tak kalah penting, bagi takjil oleh santriyah Pondok Prisma Quranuna ini, adalah untuk membumikan nilai-nilai pondok kepada masyarakat luas.
Pertama, positif emotion. Bahwa dalam berbagi takjil ini memunculkan sikap altruisme pada santriyah, yaitu suatu sikap (naluri), di mana seseorang memperhatikan, mengutamakan kepentingan dan kebahagiaan orang lain di atas kepentingan dirinya.
Seorang yang bersifat altruis, biasanya muncul secara tulus tanpa adanya rasa pamrih, akan tetapi altruisme juga dapat berdampak buruk terhadap seseorang jika dilakukan secara berlebihan.
Kedua, relationship. Kegiatan berbagi takjil ini, memberikan kesinambungan interaksi yang memudahkan dan merekatkan proses pengenalan satu sama lain antara santriyah satu dengan lainnya, maupun santriyah dengan masyarakat sekitar.
Ketiga, integrity. Dalam bagi takjil ini, tak lepas dari seorang santriyah yang memimpin dan memiliki sikap integrity untuk keberlangsungan acara. Dalam integrity terkandung makna konsistensi dan kejujuran antara tindakan seseorang dan apa yang diucapkan. Bagi santriyah, integrity ini mempunyai peran yang sangat penting dikuasai dan dimplementasikan.
Keempat, solidaritas. Wujud nilai kebersamaan yang tercipta dalam berbagi takjil menjadikan rasa setia kawan, kekompakan dalam menggambarkan ikatan saling peduli antaranggota masyarakat, solidaritas ini melampaui egoisme dan mengutamakan kepentingan bersama demi mencapai tujuan bersama.
Kelima, meaningfulness. Memberikan kebermaknaan hidup, bahwa dalam berinteraksi dengan dunia sekitar akan menciptakan kehidupan yang dinamis, yaitu kehidupan yang penuh semangat dan gembira.
Dengan demikian dari nilai-nilai di atas, berbagi buka puasa walau seteguk air bagi orang yang dalam perjalanan, itu terdapat kebahagiaan tersendiri.
Islam mengajarkan tentang berbagi kebaikan dan meringankan beban sesamanya, apalagi dengan sesama muslim (saudara seiman). Bahwa “seorang muslim adalah saudara untuk muslim lainnya”.
Maka, bukankah sebagai seorang muslim, kita mesti mengamalkan nilai-nilai kebaikan kepedulian berbagi dan meringankan saudaranya, agar tercipta kehidupan yang damai dan sejahtera? (*)
Lutfiyah Sayyidatunnisa,
Penulis adalah santriyah Ponpes Prisma Quranua Kudus dan Mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Arab (PBA) IAIN Kudus.