
KUDUS, Suaranahdliyin.com – Pengajuan KH Raden Asnawi Kudus sebagai pahlawan nasional sudah mencuat pada Oktober 2022 lalu. KH Raden Asnawi merupakan salah satu ulama Kudus yang berperan besar terhadap NU dan bangsa Indonesia.
Merespons pengusulan ini, sivitas akademika IAIN Kudus mengadakan dialog interaktif dalam tadarus literasi nasionalisme. Agenda ini digelar di Aula Perpustakaan oleh Senat Mahasiswa (SEMA) bekerja sama dengan UPT Perpustakaan IAIN Kudus, Senin (3/4/2023) lalu.
Nur Said El Qudsy, panitia penyelenggara, mengatakan, kiprah KH Raden Asnawi begitu besar di Indonesia. Baik dalam hal memperjuangkan kemerdekaan, pendidikan struktural hingga pemikiran ekonomi sebagai bukti perjuangan Mbah Asnawi.
”Apresiasi patut diberikan terhadap perjuangan beliau, karya-karya besar, bukti-bukti nilai kebangsaan beliau mesti kita gali lebih dalam lagi,” kata kepala UPT Perpustakaan IAIN Kudus itu.
Dia pun mengutarakan, bahwa tadarus literasi nasionalisme ini, merupakan sebegai salah satu upaya untuk menguatkan pengajuan KH Raden Asnawi sebagai pahlawan nasional. Tahun ini, akan dimulai dengan penggalian-penggalian data dan riset pendukung tentang Mbah Asnawi dalam berbagai aspek.
”Pengusulan tidak bisa tahun ini, tapi bisa dimulai dengan riset-riset terlebih dahulu, menggali literatur Mbah Asnawi dari berbagai aspek, serta saling berdiskusi dan dialog. Ini penting untuk mengawali,” ujarnya.
Rektor IAIN Kudus, Prof H Abdurrahman Kasdi, menegaskan mendukung rencana pengusulan Mbah Asnawi sebagai pahlawan nasional. Terlebih, Mbah Asnawi adalah salah satu ikon dan simbol dari masyarakat Kudus.
”Kami sangat mendukung, karena ini juga sebagai ikoniknya Kudus. Kami akan membantu sebisa mungkin dalam penguatan kolaborasi, kerja sama baik dengan dzurriyah Mbah Asnawi, Sunan Kudus dan sebagainya,” paparnya.
Sedang sejarawan Kudus, KH Aslim Akmal, mengungkapkan keprihatinannya lantaran masih banyak orang yang belum mengenal sosok KH Raden Asnawi. Padahal, Mbah Asnawi, lanjut dia, masih memiliki garis keturunan hingga Mbah Mutamakkin dan Kanjeng Sunan Kudus.
”Saya jadi prihatin, Mbah Asnawi belum banyak dikenal orang, padahal beliau itu putera asli Kudus Kulon,” kata Kiai Aslim yang masih memiliki hubungan keluarga dengan Mbah Asnawi.
Aslim mengatakan, Mbah Asnawi merupakan keturunan ke-6 Mbah Mutamakkin dan keturunan ke-12 Kanjeng Sunan Kudus. Data tersebut ia peroleh dari keterangan tertulis yang dipunyai pihak keluarga KH Raden Asnawi.
Disampaikan, bahwa Raden Asnawi sejak kecil sudah suka mengaji al-Qur’an. Di usianya yang ke-15, ia mulai berdagang dan mondok di pesantren. Kemudian pada usia 25 tahun mengaji kepada KH Soleh Darat di Mekah. Raden Asnawi mukim di Mekah sekira 27 tahun, yakni sedari 1889 sampai 1916 M.
”Mbah Asnawi itu lebih suka ngaji daripada dagang. Beliau juga pernah belajar ke Mbah Irsyad Mayong Jepara dan Mbah Ahmad Soleh Damaran Kudus,” lanjutnya menambahkan.
KH Raden Asnawi juga mempunyai kiprah yang luar biasa di bidang pendidikan. Ini terbukti dari keputusan yang diambil ketika mengutamakan pendirian madrasah dibandingkan pondok pesantren. ”Ini yang jarang dilihat kiai lain. Mbah Asnawi itu mendirikan madrasah dulu, baru kemudian mendirikan pondok,” jelasnya. (sim/ ros, rid, adb)