Pondok Al Muayyad dan Ekosistem Positif Berbasis Pesantren

0
1877

Oleh: Amarros Afiq M

Sebagai salah satu lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia, keberadaan pondok pesantren tentu memiliki pengaruh yang sangat besar bagi kehidupan sosial masyarakat.

Pondok pesantren yang sudah lama berkembang di Indonesia, ini selain telah berhasil membina dan mengembangkan kehidupan beragama dan mencerdaskan bangsa, juga ikut berperan dalam menanamkan rasa kebangsaan ke dalam jiwa rakyat Indonesia.

Di luar itu, merespons laju kehidupan yang bergerak dinamis, selain memerankan dalam aspek pengembangan pendidikan dan dakwah, juga ikut mendorong pada aspek-aspek kehidupan lain seperti ekonomi dan kebudayaan.

Itu selaras dengan konsep Islam, bahwa dalam melakukan dakwah, mesti mencakup empat konsep, yakni Din al-Wahyi, Din al-Ilmi, Din al-Insani, serta Din al-Islahi. Konsep tersebut pun diterapkan di banyak pesantren, tak terkecuali di Pesantren Al Muayyad, Mangkuyudan, Surakarta.

Pondok pesantren Al-Muayyad adalah salah satu pondok pesantren al-Quran tertua di Solo, yang dirintis pada 1930 oleh KH Abdul Mannan bersama KH Ahmad Shofawi dan Prof KH Moh Adnan dan sistemnya ditata ke arah sistem madrasah pada 1937 oleh KH Ahmad Umar Abdul Mannan.

Sistem madrasah dilengkapi dengan Madrasah Diniyyah (1939), MTs dan SMP (1970), MA (1974), dan SMA (1992) yang berada di dalam lingkungan pondok. Pendidikan di dalamnya, tentu termuat konsep Din al-Wahyi, Din al-Ilmi, Din al-Insani, Din al-Islahi.

Dan hingga saat ini, Pondok Al Muayyad terus berperan aktif khidmah kepada bangsa dan Negara dalam membangun peradaban dengan melawan segala rintangan zaman.
Para santri akan belajar mengaji sebagai implementasi dari Din-al Wahyi, yakni konsep bahwa segala sesuatu dalam kehidupan bersumber dari wahyu Allah kepada Nabi Muhammad berupa al-Quran.

Selanjutnya, dalam proses mempelajari kandungan al-Quran, mereka belajar berbagai macam ilmu (pengetahuan). Proses inilah yang dimaksud dengan Din-al Ilmi, yakni mempelajari Wahyu Allah dengan berbagai macam ilmu yang diajarkan.

Setelah dua konsep pertama terlampaui, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana Pondok Al Muayyad mengimplementasikan konsep Din-al Insan dan Din-al Islah?

Masyarakat Desa Sawahan, Ngemplak, Boyolali saat ini tengah mengembangkan sebuah ekosistem positif. Mereka melakukan gerakan ekonomi dengan membentuk sebuah Kelompok Tani berbasis Jamaah.

Nah, kelompok tani ini dalam pemberdayaannya didampingi oleh para santri dari Pondok Al Muayyad. Pendampingan ini menjadi penanda, bahwa pesantren, terutama pesantren salaf, tidak hanya berperan dalam bidang keagamaan, namun juga berperan dalam kegiatan ekonomi, sosial, dan kebudayaan.

Pendampingan kelompok tani oleh Pesantren Al Muayyad tidak hanya dari bidang keagamaan. Masyarakat ditata ekonominya dan juga diberikan dukungan dalam pendidikan agama. Masyarakat dewasa diberi wadah Kelompok Tani Ternak Cengkir Gading untuk pria dan Kelompok Tani Sri Lumbung untuk Wanita.

Selain itu, para pemuda juga diberi wadah sendiri, yakni Kelompok Pemuda Tani Banyumili. Sedangkan untuk anak usia dini hingga remaja SMA, diberi wadah Madrasah Diniyyah sebagai tempat belajar agama.

Berbagai pendampingan yang dilakukan tersebut, menjadi bukti kuat dari implementasi Din-al Insan dan Din-al Islah oleh para santri Pondok Al Muayyad dalam rangka menebarkan ajaran kemanusiaan Din-al Insan, dan membentuk kelompok tani sebagai wadah gerakan ekonomi.

Lalu disamping membersamai masyarakat di gerakan ekonomi para santri juga memberikan pendidikan agama sebagai upaya pembentukan knsan yang berkarakter islah yang istikamah dalam kebaikan agar ekosistem positif ini berkelanjutan.

Jika melihat sejarahnya, perpaduan gerakan ekonomi dan Pendidikan agama ini sudah terlaksana dahulu pada masa KH Ahmad Shofawi dan KH Abdul Mannan, pendiri Pondok Al Muayyad.

Menurut penuturan KH Abdul Rozaq Shofawi, dulu Pondok Al Muayyad adalah tempat belajar agama bagi para perajin batik dari pabrik KH Ahmad Shofawi. Pagi hingga menjelang siang mereka membatik di pabrik, lalu selepas Ashar belajar agama beserta anak-anak mereka di Pondok Al Muayyad yang dahulu masih berupa langgar.

Hingga kini, ekosistem positif ini dilanjutkan oleh para santri Pondok Al Muayyad. Meski dengan latar belakang berbeda, tetapi tujuan mereka sama; membentuk ekosistem positif berbasis pondok pesantren. (*)

Amarros Afiq M,

Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Sejarah pada Universits Sebelas Maret (UNS) dan alumnus Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Menawan (PTYQM) Kudus.

Comments