Ulama, Umara dan Santri Kudus Meneguhkan Jati Diri

0
2981
Membaur jadi satu, narasumber dan jamaah halaqoh santri di Gedung YM3SK Kudus, Senin (15/10/18) malam.

KUDUS, Suaranahdliyin.com – Mengambil tema Meneguhkan Kudus yang Religius, Cerdas dan Modern, kegiatan halaqoh santri sukses menyatukan persepsi antara ulama, umara dan santri dari berbagai lapisan sosial. Banyak gagasan pembangunan dikemukakan oleh para narasumber maupun audiens yang bermanfaat untuk religiusitas dan modernitas Kabupaten Kudus ke depan pada acara yang bertempat di Gedung Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK), Senin (15/10/18) malam itu.

Hadir sebagai narasumber yaitu KH. Em Nadjib Hasan (Ketua YM3SK), H. Nusron Wahid (PBNU), Hilal Majdi (Ketua PD Muhamamdiyah Kudus), KH. Ahmad Hamdani (Ketua MUI Kudus), Ahmad Rofiq (Guru Besar UIN Walisongo Semarang), Noor Badi (Kepala Kemenag Kabupaten Kudus) dan H. Muhammad Tamzil MT (Bupati Kudus). Sementara didapuk sebagai moderator yaitu praktisi pendidikan dan Dosen IAIN Kudus, Kisbiyanto.

Ketua YM3SK, KH. Em Nadjib Hasan

Ketua YM3SK, KH. Em Nadjib Hasan selaku tuan rumah menyampaikan puji syukur atas adanya acara tersebut serta memberi banyak masukan kepada Pemerintah Kabupaten Kudus. Salah satunya yaitu mengganti Perda (peraturan daerah) yang mengatur soal hari jadi Kota Kudus agar disesuaikan dengan tanggal yang telah ditetapkan Sunan Kudus pada kisaran lima abad yang lalu.

“Berbicara soal Kudus juga tentu tidak lepas dari peletak dasar berdirinya kota ini yaitu Sunan Kudus. Karena beliau juga lah Kudus ini sampai sekarang bisa berlaku religius dan tentram dengan dakwah Islam yang ramah. Menara Kudus adalah simbol adanya hal itu,” ungkap Kiai Nadjib, sapaan akrab KH. Em Nadjib Hasan.

Menurut Kiai Nadjib, Kudus bukan didirikan pada 23 September sebagaimana yang selama ini tertera pada Perda. Hal itu ia dasarkan pada prasasti peninggalan Sunan Kudus yang pernah diteliti oleh para ahli, baik dari Prancis maupun Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Kami pernah mengundang arkeolog dari Prancis dan hasilnya mendekati sesuai. Lalu yang kedua kami bekerjasama dengan arkeolog dari UGM dan akhirnya prasasti itu oleh KH. Saifuddin Luthfi berhasil dibaca dengan cermat bahwa Kudus didirikan pada 19 Rajab 596 hijriyah,” paparnya.

Dalam kalender masehi atau yang biasa disebut sebagai Tahun Umum (TU), tanggal 19 Rajab 596 H. itu bertepatan dengan 23 Agustus 1549. Menirukan isi dalam prasasti tersebut Kiai Nadjib mengatakan bahwa pada tanggal itu lah Sunan Kudus membangun Menara Kudus sekaligus mendirikan Negara Kudus.

“Maka kami mohon kalau bisa nanti Perda itu diganti dan disesuaikan sebagaimana yang telah ditetapkan Sunan Kudus,” pintanya.

Selanjutnya, Bupati Kudus, H. Muhammad Tamzil MT, mengatakan pihaknya baru mengakomodasi beberapa usulan soal adat dan tradisi masyarakat Kudus. Salah satu yang sudah ia deklarasikan yaitu soal busana adat Kudus yang harus dipakai oleh para pejabat dinas pada tanggal 23 setiap bulannya. Untuk pria yaitu perpaduan antara baju koko putih, sarung dan iket kepala batik, sedangkan untuk wanita busananya adalah gaun muslimah yang serba hijau dan berkerudung.

“Kami menerima usulan dari pak Nadjib dan yang sudah kami deklarasikan adalah soal busana khas Kudus, yang itu harus dipakai oleh para pegawai dinas pada tanggal 23 setiap bulannya,” ujar Bupati.

Dalam kesempatan itu ia juga menghimbau agar masyarakat Kudus lebih patuh menjalankan ajaran agama yang dipeluk oleh masing-masing individu. Menurutnya dengan begitu Kudus akan semakin religius dan tentram dengan kehidupan yang juga nyaman sehingga upaya untuk mencapai pemerataan kesejahteraan akan mudah diwujudkan.

Menambahi usulan, Guru Besar UIN Walisongo Semarang, Ahmad Rofiq, menyampaikan harapannya agar Kudus memiliki sistem pendidikan yang terpadu berbasis al-Qur’an. Maksudnya sejak dini hingga usia SMA, pelajar harus memiliki pengalaman untuk terus bercengkrama dengan al-Qur’an dan mampu mengamalkan nilai-nilai di dalamnya.

“Selain Gusjigang, kami juga menanti Kudus yang religius akan memiliki pusat studi terpadu berbasis pada al-Qur’an, entah membangun baru atau mengukuhkan yang sudah ada,” ujanya. (rid, adb/ros)

Comments