JEPARA, Suaranahdliyin.com – Guru Besar Ilmu Manajemen Pendidikan pada UIN Walisongo, Semarang, Prof. Dr. H. Fatah Syukur M.Ag mengaku bangga menjadi lulusan madrasah.
Profesol kelahiran Kudus tersebut mengutarakan hal itu saat menjadi narasumber seminar dan bedah buku “Madrasah Menatap Masa Depan, Mencari Format Sekolah Unggul” yang diikuti para guru madrasah di Kabupaten.
Dalam acara yang digelar Persatuan Guru Nahdlatul Ulama (Pergunu) Kabupaten Jepara di Aula Kampus Undip Desa Teluk Awur, Kecamatan Tahunan, Jepara, Selasa (30/1/2018) itu, dia menegaskan madrasah sebagai ‘’milik kita’’ dan ‘’diri kita’’.
Memang ada yang menilai madrasah sebagai lembaga pendidikan “kelas dua”, bahkan pandangan itu terus berlaku hingga sekarang. “Sekolah Arab (madrasah – Red), mau jadi apa?” kisahnya menyontohkan cibiran tetangga yang pernah dilontarkan kepadanya.
Kendati begitu, kini dia telah membuktikan, dalam kurun 1970 – 2016, satu-satunya lulusan Doktor dari Fakultas Tarbiyah UIN Walisongo (dulu IAIN) adalah dirinya yang merupakan lulusan dari madrasah.
‘’Tidak masalah madrasah dikatakan pinggiran. No problem. Madrasah bisa kalau kita bisa,” tegas guru besar UIN Walisongo yang pernah menjabat sebagai Pemimpin Redaksi (Pemred) Surat Kabar Mahasisa (SKM) Amanat itu.
Bagi Fatah Syukur, madrasah adalah lembaga pendidikan Islam yang sangat menarik, karena dilahirkan dari pesantren sekitar abad ke-18. ‘’Madrasah jangan meninggalkan ruh pesantren. Madrasah perlu melakukan terobosan-terobosan baru,’’ tegasnya.
Terobosan baru itu, lanjutnya dalam seminar yang juga dihadiri Drs. M. Asyhari SH. M.SI (penulis buku), KH. Hayatun A. Hadziq (Ketua PCNU Jepara) dan H. Fatkhul Huda (Ketua LP Maarif Jepara), tidak sekadar fisik semata, juga pada Sumber Daya Manusia (SDM)-nya. (qim/ ros)