JAKARTA, Suaranahdliyin.com – PBNU menegaskan, bahwa pengingkaran terhadap kedaulatan Palestina, adalah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) dan keputusan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Demikian disampaikan pimpinan PBNU dalan konferensi pers pada di Lantai VIII Gedung Kamis (7/12/2017) sekitar pukul 15.30 WIB. Konferensi pers Prof. Maksum Mahfoedz, Robikin Emhas, Aizuddin Abdurrahman dan Helmy Faishal, menentang sikap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengakui Yerussalem sebagai Ibukota Israel.
Prof. Maksum Mahfoedz, mengutarakan, melakukan pemindahan ibukota Israel dari Tel Aviv ke Yerussalem, akan berpotensi meluasnya pelanggaran terhadap Prinsip Hukum Humaniter sebagaimana diatur dalam Protokol Tambahan I Tahun 1977 Pasal 53 menentukan perlindungan bagi obyek-obyek budaya dan tempat pemujaan.
Resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB atas Yerussalem No. 252 tanggal 21 Mei 1968 hingga Resolusi DK PBB No. 2334 tanggal 23 Desember 2016, menegaskan bahwa DK tidak akan mengakui perubahan apapun atas garis batas yang ditetapkan sebelum perang 1967.
Demikian halnya, Resolusi Majelis Umum PBB No. 2253 tanggal 4 Juli 1967 hingga Resolusi No. 71 tanggal 23 Desember 2016, yang pada pokoknya menegaskan perlindungan Yerussalem terhadap okupasi Israel.
Melalui Resolusi No. 150 tanggal 27 November 1996, Unesco menyebut “Kota Tua Yerussalem” sebagai warisan dunia yang terancam punah. Dan pembangunan terowongan dekat Masjid Al Aqsa oleh Israel sebagai tindakan yang menyerang sentimen keagamaan di dunia.
Terkait hal itu, PBNU menyatakan, bahwa sikap Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang menyatakan bahwa Yerussalem merupakan ibu kota Israel, merupakan suatu tindakan yang akan mengacaukan dan merusak perdamaian dunia. Sikap tersebut akan membuat situasi dunia menjadi semakin panas dan mengarah pada konfliik yang tak berkesudahan.
‘’Untuk itu, PBNU mengecam keras tindakan pengakuan sepihak tersebut. Yerusasalem bukanlah ibu kota Israel, melainkan Yerussalem adalah ibu kota Palestina yang telah kita akui kedaulatannya,’’ tegasnya.
Dalam konteks itu, Muktamar NU ke-33 di Jombang, mengeluarkan beberapa keputusan, antara lain PBNU mendukung kemerdekaan atas Palestina. ‘’Dukungan bagi kemerdekaan rakyat dan negara Palestina tidak bisa ditangguhkan. Oleh karena itu, PBNU mendesak agar PBB segera memberikan dan mengesahkan keanggotaan Negara Palestina menjadi anggota resmi PBB, dan memberikan hak yang setara sebagai rakyat dan negara yang merdeka,’’ katanya.
Selain itu, lanjut Prof. Maksum Mahfoedz didampingi beberapa pimpinan teras PBNU itu, NU mendesak PBB untuk memberikan sanksi, baik politik maupun ekonomi, kepada Israel dan negara mana pun jika tidak bersedia mengakhiri pendudukan terhadap tanah Palestina.
‘’NU menyerukan agar negara-negara di Timur Tengah bersatu mendukung kemerdekaan Palestina. D luar itu, NU mendesak agar Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) secara intensif mengorganisasi anggotanya untuk mendukung kemerdekaan Palestina,’’ tandasnya.
Kepada pemerintah Indonesia PBNU berharap pemerintah ikut serta dan proaktif dalam membantu problem yang terjadi di Palestina. ‘’Indonesia memiliki peran yang sangat strategis untuk menjadi penengah yang bisa memediasi dinamika politik yang sedang terjadi,’’ ungkapnya. (rls/ ros)