Mengunjungi Pondok Bendan ‘’Warisan’’ KH. Raden Asnawi

0
10675
Pondok Bendan peninggalan KH. Raden Asnawi.

KUDUS, Suaranahdliyin.com – Menilik dari bangunannya, pondok pesantren di Jalan KH. Raden Asnawi No. 44 Bendan, Kerjasan, Kota, Kudus itu menunjukkan umurnya tak lagi muda. Desain gerbang menampakkan ‘’kunonoan’’, yang ditegaskan lagi oleh bangunan di kompleks pondok itu.

Di samping gerbang pondok pesantren yang dikenal luas masyarakat dengan Pondok Bendan itu, berdiri sebuah aula sederhana yang juga nampak ‘’sudah berumur’’.

Sementara itu, beberapa langkah dari gerbang pondok, sebuah musala kayu tanpa ‘’saka’’ tak cukup luas, berdiri kokoh. Musala itulah yang menjadi salah satu pusat kegiatan para santri sejak pondok pesantren itu didirikan.

Pondok Bendan, atau yang saat ini dikenal pula dengan Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin, adalah ‘’peninggalan’’ kiai kharismatik yang memiliki peranan penting dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia (RI) dan juga berdirinya Nahdlatul Ulama (NU); KH. Raden Asnawi.

Menurut KH. M. Hafid Asnawi, buyut KH. Raden Asnawi yang kini memimpin pondok, dalam salah satu kesempatan, mengutarakan, Pondok Bendan didirikan pada 1927 atau sekitar setahun setelah berdirinya organisasi NU.

‘’Saat didirikan sekitar tahun 1927, tidak ada  namanya. Sebagaimana pondok pesantren tempo dulu yang namanya melekat dengan tempat di mana dirikan seperti Tebu Ireng, Denanyar, dan Bareng, demikian juga pondok ini. Lantaran berada di Bendan, maka dikenal pula dengan Pondok Bendan,’’ terangnya.

Sedang nama Raudlatut Tholibin yang melekat pada pondok pesantren peninggalan KH Raden Asnawi, katanya, mulai dikenal sejak pondok diasuh oleh salah satu cucunya, yakni KH. Minan Zuhri.

‘’Pondok ini dikenal dengan Raudlatut Tholibin sejak dipegang Mbah Minan, diambil dari nama madarasah. Dulu, di sini ada madrasah diniyah namanya Roudlotut Tholibin,’’ paparnya.

Di pondok ini kajian kitab kuning (salaf) yang diajarkan antara lain nahw, sharf, fikih, ushul fikih, tasawuf, dan tafsir. ‘’Pada masa Mbah Asnawi, setiap Ramadhan di pondok ini selalu digelar kajian tafsir jalalain hingga khatam,’’ ujarnya yang mengaku mendapatkan informasi ini dari KH. Sya’roni Ahmadi.

Meski memiliki pondok pesantren, namun jiwa kiai dan aktivis yang terpatri dalam diri KH. Raden Asnawi menjadikannya tak bisa hanya mengajar di pondok. Namun tetap mengajar berkeliling di berbagai kota, antara lain Demak, Jepara, Tegal, Pekalongan, Semarang, Gresik, Cepu, dan Blora.

Kini, kajian kitab yang diberikan kepada para santri tidak berubah. Hanya saja, menurut K.H. Moch. Hafidz Asnawi, dilakukan penyesuaian-penyesuaian. ‘’Kajian kitab sekarang mesti menyesuaikan dengan kemampuan anak (santri),’’ ungkapnya.

Saat ini, santri Pondok Bendan rata-rata murid dari sekolah (madrasah) sekitar. KH. Moch. Hafidz Asnawi sendiri menjadi pengasuh pondok sepeninggal kakeknya, KH. Minan Zuhri. Dalam mengelola pondok, dia dibantu dengan beberapa ustadz.

Para pengasuh Pondok Bendan itu menjadi pewaris sekaligus penerus perjuangan KH. Raden Asnawi dalam mendidik anak bangsa agar menjadi generasi yang cerdas, salih, dan berakhlaqul karimah, dengan berpedoman pada ajaran Islam ahlu al-sunnah wa al-jama’ah. (Rosidi/ Qomarul Adib)

Comments