KUDUS, Suaranahdliyin.com – Pengasuh Pondok Pesantren (PP) Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, Putra ke 12 dari 14 bersaudara dari pasangan KH Mahrus Aly dan Ny Hj Zainab, KH Abdullah Kafabihi Mahrus hadir dalam peresmian Pondok Pesantren Lirboyo XXIII Cabang Kudus yang digelar pada Senin, (27/02) di Dukuh Masin, Kandangmas, Dawe, Kudus.
Dalam kesempatan itu, mengutip hadist riwayat Muslim, cucu dari pendiri Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, KH Kafabihi Mahrus, menyampaikan tiga amal yang tidak pernah putus apabila manusia meninggal dunia.
“Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak sholeh yang mendoakan kepadanya,” jelas KH Kafabihi Mahrus.
Yang pertama, lanjut KH Kafabihi Mahrus, yaitu amal sedekah jariyah, artinya sedekah jariyah adalah pahala amal yang mengalir terus sekalipun yang bersangkutan telah meninggal. Contoh pahala yang mengalir seperti amal wakaf yakni sedekah sesuatu benda yang bermanfaat karena Allah.
“Benda itu bersifat tetap tidak habis, selama amalnya masih dimanfaatkan oleh manusia,” Imbuh Ketua MUI Kota Kediri ini
Dirinya mengatakan, rezeki memiliki hubungan langsung dengan Allah. Orang yang mencari rezeki perlu untuk tetap mementingkan agama. Maka, beruntunglah orang yang diberi rezeki sekaligus taufiq dan rasa syukur kepada Allah SWT melalui amal jariyah.
“Baik itu sedekah atau bahkan wakaf untuk kebaikan seperti masjid atau pondok, karena barang siapa membangun masjid maka oleh Allah akan dibangunkan rumah di surga,” papar KH A Kafabihi Mahrus yang juga Rektor Institut Agama Islam Tribakti (IAIT) Kediri
Kedua, Ilmu yang bermanfaat, yang dimaksud ilmu yang bermanfaat adalah ilmu itu diamalkan dan diajarkan kepada orang lain. Seseorang yang mengajarkan ilmu kepada orang lain kemudian diamalkan atau diajarkan lagi kepada orang lain.
“Maka ia mendapat pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya atau yang mengajarkannya sekalipun dia telah meninggal dunia,” jelasnya
Lebih lanjut KH Kafabihi Mahrus menambahkan, santri itu harapan masyarakat yang tentunya bisa memiliki ibadah, akhlak dan ta’at yang baik. Maka, menjadi santri juga harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi.
“Seperti jargon santri hubbul wathan minal iman yakni mencinta tanah air dengan membangun keamanan di setiap daerah,” imbuhnya.
Terakhir, yakni anak yang saleh Di antara tanda kesalehan anak adalah mau mendoakan kepada orang tua.
“Walaupun orang tuanya meninggal dunia, maka jika punya anak yang saleh dan sregep ngaji sehingga orang tua turut mendapat pahala atas apa yang dikerjakan anaknya,” pungkas Kyai Mahrus. (Umi/adb)