
KUDUS, Suaranahdliyin.com – Festival Takjil Kampung Budaya Piji Wetan Kudus sukses digelar, Rabu (27/04/2022). Kegiatan ini mengangkat dua ajaran Sunan Muria yaitu Pager Mangkok dan Tapa Ngeli.
Koordinator Kampung Budaya Piji Wetan, Muhammad Zaini menyampaikan makna dari falsafah Pager Mangkok Sunan Muria adalah mengajarkan untuk saling bersedekah kepada tetangga dan saudara dekat.
“Pager Mangkok luwih becik ketimbang pager tembok (pager mangkok lebih baik daripada pager tembok),” kata Zaini ketika diwawancarai.
Melalui diseminasi dan sosialiasi kepada tetangga dan warga sekitar, KBPW ingin mengaktifkan kembali ajaran tersebut sehingga tradisi bersedekah di Piji Wetan tidak luntur. Menurutnya, seiring berkembangnya zaman, banyak masyarakat yang tidak mengetahui adanya ajaran Pager Mangkok dan Tapa Ngeli dari Sunan Muria.
“Dari weweh, nyetok, serbitan itu semua adalah pager mangkok, tapi masyarakat tidak banyak yang tahu,” imbuhnya.
Sedangkan Tapa Ngeli, Zaini melanjutkan, bermakna ajaran Sunan Muria yang menganjurkan untuk mengikuti perkembangan zaman namun tidak terbawa arus. Falsafah ini juga diaktivasikan KBPW dengan kesenian dan berbagai pertunjukan yang ditampilkan dalam Festival Takjil.
“Itu yang kita gunakan di KBPW, ikut menyelam tapi tidak hanyut, yang terpenting esensi dan pesan-pesannya tersampaikan,” jelasnya.
Puncak festival takjil ini, nasi pager mangkok yang berupa lengseran nampan akan disedekahkan kepada semua pengunjung yang hadir. Nasi pager mangkok yang berisi berbagai makanan asli tanah Muria mulai dari kuluban daun singkong, daun kelor, serbitan, dan sebagainya.
“Nasi pager mangkok ini menceritakan bahwa piji wetan terdiri berbagai elemen yang dapat membaur jadi satu,” katanya. (hasyim/ rid)