Indahnya Wasathiyah

0
1131

Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM

Wasathiyah adalah desain dari Allah untuk umat Islam (QS. 2: 143). Dalam kajian obyektif tentang “Islam”, telah diyakini, minimal ada empat terma yang menjadi prinsip dan karakter wasathiyah. Yaitu tasamuh, tawazun, i’tidal dan amar ma’ruf nahi munkar.

Betul dalam al-Quran dan Sunnah ada diksi tentang perang (QS. 2: 216 dll.), di samping diksi tentang damai (QS. 2: 208; 8: 51, dll.). Ada diksi yang keras (QS. 48: 29) di samping diksi tentang kasih kepada sesama (QS. 60: 8-9).

Tetapi bukti dari kajian teks dan historis, disimpulkan bahwa Islam adalah agama damai dengan basis wasathiyah (moderat). Bukti itu telah dipresentasikan antara lain dalam penelitian Profesor Sachiko Morata dan Profesor David Cortright.

Dari empat terma tersebut bisa dielaborasi dengan satu atau dua contoh, agar mudah untuk diingat.

Pertama; tasamuh, artinya toleran terhadap perbedaan. Baik perbedaan itu dalam bidang agama, ideologi atau lainnya. Contohnya konsep bid’ah. Kebanyakan umat meyakini, bahwa kodifikasi al-Quran di zaman Khalifah Abu Bakar adalah bid’ah hasanah.

Sebab: 1). Sikap awal Abu Bakar sendiri yang enggan melaksanakan kodifikiasi al-Quran sebagai sesuatu amal yang tidak dilakukan Rasulullah (Bukhari 4311). Sikap yang lebih ketus ditampakkan oleh Zaid Bin Tsabit, yang lebih suka disuruh memindahkan gunung daripada mengerjakan amal yang tidak dilakukan oleh Nabi (Bukhari 4311).

2). Salafussalih seperti Imam Syafi’i (kurun satu sampai kurun ketiga) memandang kodifikasi itu sebagai bid’ah hasanah; 3). Ulama kurun 12 seperti Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab An-Najdi-pun menganggap kodifikasi itu sebagai bid’ah hasanah (Ad-Durarus-Saniyah 5/103).

Lalu di mana indahnya wasathiyah?

Indahnya, ternyata umat telah terdidik bersikap toleran. Sehingga ketika Imam Malik dan yang sepaham memandang kodifikasi al-Quran sebagai “maslahah mursalah” dan bukan bid’ah hasanah, umat tidak alergi apalagi mengafirkan. Sebab, dalam bingkai wasathiyah, umat telah terbiasa memaklumi khilafiyah furu’iyah dari jalan pemikiran mu’tabar yang disepakati jumhur dengan berbagai konteks dan kontektualisasinya.

Kedua; tawazun, yaitu sikap mencari keseimbangan, dilarang melampaui dan mengurangi timbangan (QS. 55: 6 dan 9). Contohnya dalam fikih, bernegara pada era demokrasi. Sikap wasathiyah selalu mencari keseimbangan kekuatan. Jangan sampai terjadi berat kekuasaan pada eksekutif, sehingga Presiden menjadi diktator dan dispotis. Jangan pula heavy pada DPR, yang menjadikan Presiden sebagai boneka.

Disebutkan dalam sebuah hadis:

كيلوا طعامكم يبارك لكم فيه . Artinya: Timbanglah makananmu, berkah bagimu (Bukhari. 2021). Maksudnya tidak hanya ditimbang pada saat transaksi, juga ditimbang waktu mengonsumsi.

Bayangkan indahnya kesehatan umat, jika semua bisa makan sesuai timbangan kebutuhan mereka. Misalnya sehari butuh  berapa air, karbohidrat, mineral, vitamin, dan lain sebagainya. Sebagaimana kita butuh mengukur suhu, detak jantung, tensi, asupan oksigen, dan sebagainya.

Ketiga; i’tidal, yaitu sikap adil kepada siapapun termasuk musuhnya (QS. 5: 8). Sikap totalitas dalam keadilan pada ayat (QS. 4: 135) inilah yang diterakan pada dinding Fakultas Hukum Universitas Harvard dan apresiasi lukisan di Mahkamah Agung Amerika Serikat sebagai bukti sejarah penegakan keadilan.

Khalifah Umar Bin Khatthab juga memberi petunjuk kepada para hakimnya, bahwa penegakan keadilan bukan hanya pengetahuan soal hukum, tetapi: “Al-‘adlu qurbatun wa taqwa”. Adil itu (juga) buah dari pendekatan diri dan takwa kepada Allah.

Keempat; amar ma’ruf nahi munkar (QS. 3: 104). Ma’ruf menurut Al-Isfahani adalah hal yang baik menurut akal dan syara’. Bagi penulis, juga hal yang baik atas dasar naluri manusia tanpa harus dipikir. Misalnya berbakti kepada orang tua. Orang ateis pun tahu bahwa berbakti kepada orang tua itu hal yang baik. Dan munkar adalah kesebalikannya. Wallaahu a’lam bi al-shawaab. (*)

Dr KH Muchotob Hamzah MM,

Penulis adalah ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Wonosobo dan mantan Rektor Universitas Sains al-Quran (Unsiq) Jawa Tengah di Wonosobo.

Comments