Dokumentasi Penting untuk Dongkrak Kualitas Kelompok Teater

0
1814
Jesy Segitiga bersama Laneno Machiavellist di Tapangeli Edisi ke-13, Sabtu (15/08/2020).

KUDUS, Suaranahdliyin.com – Memproduksi sebuah pementasan teater tak cukup hanya di panggung saja. Akan tetapi juga aktivitas di luar panggung saat sebelum dan sesudah acara.

Demikian itu mengemuka dalam acara jangongan rutin Tapangeli (@tapangeli) di sekretariat Piji Wetan Desa Lau, Dawe, Kudus, Sabtu (15/08/2020).

Dipandu langsung oleh founder Tapangeli, Jesy Segitiga, jagongan malam itu menghadirkan tokoh teater Kuncup Mekar Laneno Machiavellist. Disiarkan langsung via Instagram @tapangeli, mereka banyak membahas tentang pentingnya dokumentasi dalam sebuah pertunjukan.

Neno menyebutkan dokumentasi sama pentingnya dengan pementasan itu sendiri. Tanpa sebuah dokumentasi yang baik dan rapi pementasan akan hilang begitu saja sehingga komunitas tidak memiliki jejak sejarah.

Ia menceritakan pengalamannya mengelola teater Kuncup Mekar maupun kelompok musik Sang Swara yang getol terhadap dokumentasi sekecil apapun. “Bahkan di kelompok kami itu sampai mengumpulkan undangan dari kelompok lain untuk dokumentasi,” ujarnya.

Lebih dari itu, kata Neno, dokumentasi juga bisa meningkatkan kualitas sebuah komunitas. Adanya dokumentasi yang baik akan membuat anggota kelompok bisa semakin kompak dan saling belajar. Sehingga banyak dari teater besar seperti Teater Koma dan lainnya itu bisa langgeng sebab adanya dokumentasi yang baik.

“Kita bisa belajar dari Teater Koma, mengetahui perjalanan mereka mulai sejak berdiri hingga sekarang ketika sudah besar. Itu semua berkat dokumentasi yang rapi,” papar adik dari Adi Pardianto ini.

Artinya apa, imbuh Neno, dari dokumentasi tersebut publik akan semakin percaya pada kualitas sebuah komunitas seni. Dokumentasi itu menunjukkan ada manajemen yang dikelola secara profesional.

“Sehingga begitu mendengar nama Teater Koma misalnya, publik seketika langsung membayangkan pementasan yang pernah dilihatnya, atau minimal foto tentang Teater Koma,” imbuh pentolan Sang Swara itu.

Ketika sudah seperti itu, sebuah komunitas kemungkinan besar tidak akan kesulitan untuk mencari sponsor atau funding ketika hendak pentas produksi. Perusahaan atau institusi apapun itu pasti akan melihat seberapa banyak rekam jejak kita.

“Mereka juga melihat seberapa kuat konsistensi dan profesionalisme kita dalam mengelola ini semua,” katanya.

Pada akhirnya, semua akan kembali pada ketekunan dalam merawat kenangan. Entah itu yang audah berupa peristiwa atau yang masih sekadar rencana. Karena hanya dari sisi tersebut kita akan belajar lebih detil mengenai keputusan yang hendak kita ambil. (rid/ros, adb).

Comments