
YOGYAKARTA, Suaranahdliyin.com – Penolakan renovasi Gereja Katolik Santo Joseph oleh warga di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau (Kepri) mengundang reaksi tegas dari Jaringan Gusdurian. Kasus tersebut terjadi pada 6 Februari 2020, sekelompok orang yang menamakan diri sebagai Aliansi Peduli Kabupaten Karimun itu berkumpul mengerumuni gereja dan menyampaikan agar pihak gereja menghentikan proses renovasi.
Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Wahid menyebut kejadian tersebut menambah daftar kasus intoleransi di Indonesia. Belum lama ini, kata dia, kasus perusakan bangunan ibadah juga terjadi di Minahasa dan Banyuwangi.
Padahal, kebebasan berkeyakinan dan menjalankan ibadah adalah hak seluruh warga negara yang dijamin konstitusi. Pemerintah sebagai penyelenggara negara harus hadir dan menjamin amanat konstitusi yang telah diatur di Pasal 28E UUD 1945 berjalan sebagaimana mestinya.
“Persoalan kehidupan beragama ini merupakan isu nasional yang harus diletakkan dalam kerangka nasional pula, bukan semata sebagai dilihat dalam perspektif daerah itu semata. Sementara itu pemerintah lewat aparat di lapangan seringkali menggunakan dalih kondusivitas dan harmoni sosial sebagai instrumen penyelesaian kasus,” kata Alissa melalui siaran pers, Senin (11/02/2020).
Menanggapi hal tersebut, Alissa bersama Gusdurian menyatakan lima sikap demi terwujudnya toleransi sebagaimana yang dulu diperjuangkan oleh KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kelima pernyataan sikap itu diantaranya,
Pertama, Gusdurian meminta pemerintah daerah maupun pemerintah pusat untuk teguh menegakkan konstitusi dengan menjamin hak berkeyakinan dan beragama semua warga. Termasuk dalam hal pendirian tempat ibadah.
Kedua, Gusdurian meminta penyelenggara pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk mengevaluasi atau mencabut SKB 2 Menteri yang selalu dijadikan dalih pembenaran kelompok yang menyerang rumah ibadah agama lain.
Ketiga, Gusdurian meminta pemerintah mengevaluasi mekanisme pendirian rumah ibadah dan memfasilitasi agar umat beragama di Indonesia bisa mendapatkan fasilitas ibadah secara mudah.
Keempat, Gusdurian meminta kepada pemerintah daerah dan perangkatnya untuk menempatkan persoalan kehidupan beragama dalam kerangka nasional sehingga tidak terjebak melihatnya sebagai masalah lokal. Pemerintah harus mencegah konflik horisontal tanpa mengorbankan keadilan.
Kelima, Gusdurian mengajak seluruh masyarakat untuk berupaya membangun kehidupan bernegara dan berbangsa yang multikultur sesuai semboyan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi satu juga.(rls/adb)