SEMARANG, Suaranahdliyin.com – Sebanyak 1000 perempuan, dipastikan hadir dalam Kongres Perempuan Nasional yang akan diselenggarakan di Kampus Undip, Semarang pada 24-26 Agustus 2023 besok. Ada lima isu penting yang akan didiskusikan pada kesempatan itu.
Ketua SC Kongres Perempuan Nasional, Ida Budhiati, menjelaskan, lima isu yang akan menjadi pembahasan di antaranya tata kelola pemerintahan, kedaulatan pangan, penghapusan kekerasan, keadilan dan kesetaraan gender, perubahan iklim terkait energi bersih dan lingkungan serta media dan kebudayaan yang responsif.
“Lima isu ini akan dibahas dalam lima komisi dengan masing-masing terdiri tiga hingga empat narasumber,” jelasnya dalam Media Gathering Kongres Perempuan Nasional di Normans Hotel Kota Semarang, Senin (21/8/2023) kemarin.
Disampaikannya, secara kolabotif, Kongres Perempuan Nasional sangat diperlukan untuk mempertemukan individu hingga kelompok organisasi, guna mendialogkan situasi perempuan masa kini dan masa mendatang.
Dia berpandangan, kendati sudah terdapat jaminan ruang baik aspek ekonomi, politik hingga sosial budaya terhadap kebebasan Perempuan, namun implementasinya belum ada gayung bersambut kemajuan regulasi dan budaya hukum masyarakatnya. “Yang kita lihat memang belum ada awarness berupa budaya hukum masyarakat, yang merespons pentingnya kepemimpinan perempuan,” ujarnya.
Dalam aspek politik, lanjutnya, kewenangan partai politik untuk mempromosikan kader-kader Perempuan, menjadi pertanyaan pula perihal dorongan kader perempuan untuk menduduki cabang-cabang strategis.
Sedang pada aspek kebudayaan, masih terdapat tantangan kekerasan perempuan dalam komunitas atas nama adat. Padahal, pada 1928, kongres pertama telah mendialogkan situasi isu dua utama tentang akses perempuan terhadap pendidikan dan maraknya penikahan anak.
“Jika melihat sekarang, semakin tinggi pendidikan perempuan, justru akses dunia kerja semakin rendah. Sedang aspek perkawinan anak hari ini, kasus yang perlu didialogkan dan direfleksikan kembali situasi terdahulu supaya situasi perempuan lebih baik. Maka kongres ini menjadi penting, sebab tidak hanya mendiskusikan perihal hak Perempuan, juga dialog perempuan dari aspek energi, peluang dan tatanan dalam SDM,” ungkapnya.
Anggota DPRD Jateng, Padmasari Mestikajati, mengutarakan, isu yang menarik dalam KPN adalah terkait keterwakilan perempuan di parlemen. Meskipun Negara sudah memberi ruang, namun ketercapaian perempuan dalam kursi politik belum mencapai 30 persen.
Menurut Padma, yang menjadi modal dasar, mestinya adalah kemauan dan keinginan para perempuan untuk ikut andil atau duduk di kursi parlemen. “Saya ingin ada perempuan yang membawa aspirasi di daerah pemilihan (dapil), sebab ada banyak problem yang harus kita pecahkan,” paparnya.
Kendati begitu, Padma meyakini adanya kendala yang dirasakan para Perempuan, utamanya mindset dunia politik yang dikuasai oleh laki-laki hingga partai politik (parpol) yang kurang mendukung, kendala sosial ekonomi, dan juga tugas rangkap perempuan. “Maka, kemampuan negosiasi harus dibuka, supaya timbul percaya diri,” tegasnya.
Disampaikannya, isu yang paling banyak muncul adalah kekerasan perempuan dan anak, yang nantinya akan disuarakan dalam Kongres Perempuan Nasional melalui mendorong optimalisasi peran perempuan yang berada di jabatan strategis. “Dengan demikian, perempuan bisa ikut mengawal isu ini agar didengar, dan implementasinya sampai masyarakat lapisan bawah,” tandasnya. (umi/ ros, rid, adb)