BOYOLALI, Suaranahdliyin.com – Jumat (2/8/2019) lalu, Dukuh Klisat, Desa Grogolan, Kecamatan Karanggede, Kabupaten Boyolali, menggelar tradisi Sadranan (Nyadran) yang telah turun temurun dilakukan masyarakat sejak dulu.
Menurut KH. Khafidz, tradisi Sadranan dikemas dari ajaran Walisongo yang dimulai sekitar tahun 1450-an. ‘’Tradisi Nyadran di Klencong, selain mendoakan arwah yang telah mendahului, juga sebagai wujud rasa syukur atas panen raya dan ajang mempererat silaturrahim, yang akan selalu menjadi dasar kerukunan dan kebersamaan warga,’’ terangnya.
Dalam pelaksanaannya, setiap warga dalam Sadranan membawa tenong berisi berbagai makanan. Setelah membaca zikir, tahlil dan doa bersama-sama, warga kemudian memakan barang bawaannya secara bersama.
“Nyadran membangun masyarakat menjadi seimbang dan sesuai dengan Islam. Lewat Nyadran, mereka mampu menciptakan kemesraan ruhani Tuhan (habl min Allah), berharmonisasi dengan sesama manusia (habl min al-nas) dan juga dengan alam (habl min al-alam),” lanjutnya.
Maka, ungkap KH. Khafidz menambahkan, Nyadran yang digelar setiap tahun, ini tidak sekadar terkait dengan dimensi agama saja. ‘’Nyadran juga terkait dengan budaya, nasionalisme, dan pariwisata. Pemahaman akan Nyadran harus didasarkan dan diorientasikan pada masa depan (akhirat),’’ tuturnya. (bani, sis/ rid, ros, adb)