Tradisi Nyadran Jelang Ramadan

0
1663
Peziarah di makam Sunan Kalijaga

KUDUS, Suaranahdliyin.com – Umat Islam Indonesia, khususnya Jawa, memiliki tradisi unik yang senantiasa dilakukan menjelang Ramadan; nyadran. Tujuannya, untuk melangitkan doa bagi leluhur dan kerabat lain yang telah menghadap Yang Maha Kuasa.

Nyadran dilakukan dengan menggelar selametan baik secara individual maupun bersama-sama. Sebagian masyarakat Jawa lain, menyebut dengan ruwahan, yaitu berkirim doa kepada para arwah leluhur dan kerabat yang sudah meninggal dunia.

Bagi mereka yang jauh dari kampung halaman atau menetap di luar kota, menjelang Ramadan senantiasa menyempatkan diri pulang, sekadar untuk menziarahi makam leluhur dan kerabatnya serta mengunjungi saudara-saudara lainnya yang masih hidup.

Haidar, salah satu warga Kabupaten Kudus yang leluhurnya berasal dari Kabupaten Brebes, menceritakan, belum lama ini ia dan keluarganya pulang dari Brebes untuk nyadran. ‘’Baru kemarin Saya pulang,’’ katanya, Selasa (15/5/2018).

Dia mengemukakan, aktivitas nyadran menjadi agenda rutin yang selalu dilakukan menjelang Ramadan. ‘’Setiap Ramadan Saya dan keluarga mengagendakan ke Brebes untuk nyadran. Kalau menjelang Ramadan waktunya tidak memungkinkan, biasanya diganti menjelang Lebaran (Idul Fitri-Red),’’ terangnya.

Sementara itu, selain menziarahi makam leluhur dan kerabat, makam para wali di Jawa, khususnya Walisongo, juga semakin ramai oleh peziarah. Di Kudus, para peziarah bahkan ada yang tidak sekadar menziarahi makam Sunan Kudus dan Sunan Muria, juga menziarahi para tokoh lain seperti Kiai Telingsing, KH. R. Asnawi dan KH. M. Arwani Amin. (ros, adb)

Comments