KH. M. Manshur Maskan atau lebih sering kami kenal dengan Simbah Manshur, adalah sosok yang dikagumi para santri Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Kudus. Beliau merupakan salah satu pengasuh pondok Yanbu’ sepeninggal KH. Arwani Amin, bersama Buya KH. Ulin Nuha Arwani dan KH. Ulil Albab Arwani.
Sang kiai adalah teladan bagi para santri, yang mengajarkan nilai-nilai qurani. Salah satunya adalah sewaktu setoran atau musyafahah al-Quran, sebelumnya pasti menyempatkan membaca binnadlor satu halaman yang diperdengarkan kepada para santrinya, dengan maksud agar diketahui bagaimana bacaan al-Quran yang baik dan benar.
Sebagai santrinya, Saya dan juga santri lain, sangat senang saat KH. M. Manshur Maskan melafalkan ayat suci al-Quran, yang memberikan rasa tenang dan mendamaikan. Masih terngiang sampai sekarang, bagaimana nada ketika beliau membacakan al-Quran itu kepada kami para santrinya.
Sikap istiqamahnya dalam mengaji al-Quran, mesti menjadi teladan. Bisa dipastikan, menjelang sore hari, kiai selalu menyempatkan diri untuk nderes (murajaah) di kediamannya, kendati baru selesai berpergian (tinda’an), misalnya.
Lantunan ayat-ayat al-Quran, begitu indah dan merdu dalam bacaan kiai. Suaranya sayup-sayup terdengar dari gotakan (kamar) pondok. Tak jarang, para santri ‘’mencuri dengar’’ dengan pura-pura sekadar lewat samping ndalem, supaya bisa mendengar kiai yang sedang membaca al-Quran.
Kasih sayang dan welas asih juga sangat dirasakan para santrinya. Saat masih di Pondok Tahfidh Yanbu’ul Qur’an Anak di Krandon, suatu ketika kiai menyempatkan diri untuk bertemu dengan santri.
Kiai menanyakan bagaimana keadaan kami para santrinya. Dan kata-kata yang merupakan nasihat penting bagi para santri adalah, “sing kerasan, nggeh, teng mriki,” katanya sembari mengusap kepala para santrinya dan para santri pun berebutan untuk bersalaman. (*)
Zaki Muttaqien,
Santri Pondok Tahfidh Anak Yanbu’ul Qur’an Krandon, Kudus 1998 – 2004. Saat ini tercatat sebagai Pengurus Pusat (PP) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU).