Oleh: Rosidi
Jalan masuk ke arena Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) tingkat Nasional ke-6 tahun 2017 di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin, Balekambang, Jepara dipenuhi dengan umbul-umbul yang menyemarakkan suasana.
Baliho-baliho besar terpasang, berisi ucapan selamat dan sukses lengkap dengan potret para tokoh, mulai dari Presiden RI Joko Widodo, Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin, Gubernur Jateng H. Ganjar Pranowo, para Dirjen di Kementerian Agama, dan lainnya.
Tak sampai 100 meter dari arah gang masuk ke Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin, Balekambang, Saya pun tertarik untuk ikut menyimak lomba cabang Nahwu untuk marhalah ula tersebut.
Salah satu santri begitu cakap membaca kitab kuning nahwu dasar (jurumiyah), di depan dewan hakim dan ratusan pasang mata yang menyaksikannya. Wow, sunggu mantap penguasaan santri cilik yang baru berumur sekitar 12 tahun itu.
Usia membaca kitab kuning itu, santri itu pun dengan mudahnya mampu menjawab pertanyaan hakim dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan. Jawaban-jawaban yang dilontarkan pun, membuat dewan hakim rasa kagum tak bisa disembunyikan.
Dalam batin, Saya pun mengagumi santri tersebut. Sehingga bagi Saya, MQK ini memiliki beberapa manfaat yang sungguh sangat berharga, selain sebagai ruang silaturahmi santri dan kiai pesantren di Indonesia, di sini juga terlihat betapa kayanya Indonesia terhadap khazanah intelektual santri.
Ya, kekayaan khazanah intelektual santri ini memang sungguh luar biasa. Dan khazanah itu memang –mungkin- jarang sekali terekspose, lantaran kesantunan yang demikian dipegang teguh oleh para santri.
Selain khazanah intelektual santri itu, kesantunan menjadi domain tersendiri kekayaan para santri, yang perlu disadari banyak pihak. Dan hadir di arena MQK di Pondok Pesantren Roudlotul Mubtadiin, Balekambang, Jepara ini, salah satunya menyadarkanku akan hal itu.
Selamat mengikuti MQK. Menjadi juara janganlah menjadi target satu-satunya mengikuti event tiga tahunan yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) RI. Karena di sini, silaturahmi antar-santri dan para kiai menjadi semakin erat. (*)