
KUDUS, Suaranahdliyin.com – Memasuki minggu kedua Ramadan, masyarakat dianjurkan untuk berefleksi. Salah satunya dengan berusaha menaati perintah Allah SWT dan menebar kasih sayang kepada setiap makhluk-Nya tanpa terkecuali. Hal itu mengemuka dalam “Ngaji Sore Ramadan” di Masjid Jami’ Roudlotul Jannah Pranak Desa Lau Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus, Rabu (23/05/18).
Menyampaikan intisari kitab Nashoihul Ibad, K. Ma’shum, A.K, menyeru kepada jamaah yang hadir agar menerapkan hukum Allah SWT dalam setiap aktivitasnya. Apapun profesinya, seseorang yang selalu ingat kepada Alah akan berlaku santun dan cermat dalam menyelesaikan pekerjaan.
“Orang tidak mungkin tega menyakiti yang lain jika ingat Allah, termasuk dalam pekerjaan, ia tidak mungkin berbuat curang sehingga merugikan orang lain,” tutur K. Ma’shum.
Selanjutnya, K. Ma’shum menjelaskan bab ke 23 kitab karya Syaikh Nawawi al-Bantani itu dengan anjuran untuk meneladani asma’ul husna. Nama-nama mulia Allah SWT itu harus hidup dalam sanubari masing-masing agar mencapai kehidupan mulia.
“Utamanya kita harus mewujudkan rohman dan rohimnya Allah SWT dalam bermasyarakat,” jelasnya.
“Meneladani asmaul husna adalah suatu kewajiban, kecuali yang dilarang, seperti al-mutakabbir (sombong-red). Kita tidak boleh sombong karena itu hanya pantas dimiliki Allah SWT,” imbuhnya.
Mengutip sebuah hadist, ia berkata, sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Hal itu disesuaikan dengan kemampuan, baik itu ilmu, harta maupun pangkat. Rasulullah tidak menuntut seseorang untuk bisa menguasai yang lain, akan tetapi beliau sebisa mungkin mendorong umatnya memiliki akhlak yang baik.
“Kepada semua makhluk termasuk hewan dan tumbuhan kita harus berlaku baik, tidak boleh menyakiti, apalagi kepada sesama manusia. Jangan malah menebar teror dan bom, itu salah dan hina,” jelas guru MI NU Miftahul Huda 01 Pranak itu.
Ia menyebut, kajian kitab Nashoihul Ibad itu dipilih sebab sangat dibutuhkan bagi masyarakat modern. Menurut K. Ma’shum, seseorang harus mengaji kitab itu sebagai cermin untuk selalu mawas diri. Konten kitab yang memuat persoalan akhlak dan panduan bagaimana menjadi seorang hamba menjadi alasan bahwa kitab itu akan selalu relevan dan dinamis untuk dikaji hingga kapan pun. (rid/ros, adb)