Oleh: Dr KH Muchotob Hamzah MM
Silsilah kucuran darah dari agama yang rahmah (QS.21: 107) dipicu oleh doktrin dari tafsir kekerasan dalam hal sosial, politik dan ekonomi yang membutakan hati. Pangkal tafsirnya selalu menggunakan terma “Keadilan”. Cuatan awal, biasanya berupa ujaran kebencian (hate speech) terhadap kekuasaan atau kelompok yang berbeda.
Begitu sulitnya mengartikulasikan makna keadilan. Maka Khalifah Umar Bin Khatthab menyatakan, seorang penguasa di samping memahami hukum dan obyek-subyek hukum, juga dituntut melalui taqarrub ilallaah.
Di zaman Nabi Muhammad, tuduhan “tidak adil” itu dilontarkan oleh Dzulkhawairishah (cikal bakal pucuk genealog kekerasan) terhadap beliau, tentang pembagian ghanimah perang Hunain karena beliau memberikan selisih kepada mujahid muallaf (Bukhari, 4351; Muslim 1064, dll.). Inilah hate speech yang menjadi sumber kucuran darah sesama muslim sampai zaman now.
Siapakah yang lebih adil dari Nabi Muhammad? Kalau terhadap kita hari ini pantas saja karena kita sering berlaku tidak adil dan dengan bangga menampakkan ketidakadilan. Dari hate speech era Dzulkhuwairishah, jatuhlah korban darah sesama muslim banyak tokoh brilian antara lain:
A. Pra Doktrin Takfir
1. Khalifah Umar Bin Khatthab ra.
Korban pertama adalah Khalifah kedua Umar Bin Khatthab (23 H./643 M.) Beliau ditikam enam tikaman Abu Lu’lu’ al-Majusi ketika lagi menjadi imam salat subuh di Madinah. Konon dipicu oleh keberatan soal jizyah. Akan tetapi sementara sejarahwan ada yang mencurigai Abu Sofyan, karena mendatangi kubur sahabat Hamzah Bin Abdul Mutalib pasca terpilihnya Khalifah Utsman Bin Affan. seraya mengatakan: “Lihat Hamzah, marga siapa yang kini menjadi pemimpin?”
2. Khalifah ketiga Utsman Bin Affan
Beliau (35 H/636M.) dibunuh oleh Sudan Bin Tumran ketika lagi tadarus Al-Qur’an ketika khalifah masih di bawah pelindungan Ali Bin Abi Talib dan keluarganya. Pemimpin pemberontakan waktu itu adalah Muhammad Bin Abu Bakar.
B. Pasca Doktrin Takfir
1. Khalifah keempat Ali Bin Abi Talib
Beliau wafat (40 H./661 M.) di tangan Abdurrahman Bin Muljam Al-Khawariji, seorang penghafal Al-Qur’an yang tergila-gila oleh kecantikan Qitham Binti Syajnah sebagai mahar pernikahan mereka. Inilah awal lahirnya partai-partai dalam Islam, yakni: 1. Khawarij kontra Ali oleh Abdurrahmsn Bin Wahb Ar-Rasibi. 2. Syi’ah pro Ali oleh Abdullah Bin Saba’. 3. Sunni (Aswaja) oleh Abdullah Bin Umar dkk. campuran pro Ali, pro Mu’awiyah dan netral.
Khawarij adalah partai yang menginisiasi pengkafiran sesama muslim, terutama mereka yang terlibat dalam tahkim pada perang Sifin.
C. Pasca doktrin Al-Wala’ wal-Bara’
Menurut penelitian Syaikh Sa’id Abdul-Ghani dalam Haqiqatul Wala’ wal-Bara’ fi Mu’taqadi Ahlis-Sunnah Wal-Jama’ah, konsep ini diinisiasi oleh Syaikh Muhammad Bin Abdul Wahab (1701-1793) dan dimasukkan dalam bingkai akidah. Dalil-dalil yang berkonteks jihad/perang dengan non muslim di masa lampau, diimplementasikan pada saat damai bahkan terhadap sesama muslim yang berbeda tafsir. Di antara korban yang dibunuh Wahabi adalah Syaikh Nawawi Al-Bantani (1897) ulama Aswaja asal Jawa. (sekarang Indonesia).
D. Pasca Doktrin Jahiliyah Modern
Setelah doktrin Al-Wala’ wal-Bara’, lahir doktrin Jahiliyah modern yang diinisiasi oleh pengganti Syaikh Hasaan al-Banna(1906-1949) pendiri IM, yakni Sayid Quthub (1906-1966). Dalilnya berbunyi: “Semua negara yang tidak menerapkan hukum Islam adalah Jahiliyah=kafir.” Konsep Jahiliyah modern ini dipertajam oleh Syukri Musthafa (1942-1978) dengan mendirikan Jama’atut-Takfir wal-Hijrah. Gerakan ini memculik dan membunuh menteri agama Mesir Dr. M. Husain az-Zhahabi.
Selanjutnya kekerasan dilakukan oleh Al-Islambuli yang membunuh Presiden Mesir Anwar Sadat (1981) sambil bertakbir dan mengaku telah membunuh Fir’aun. Takfir berlanjut di tangan HTI, Alqaeda, ISIS, JI, dan lainnya. Wallaahu a’lam. (*)
Dr KH Muchotob Hamzah MM,
Penulis adalah ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Wonosobo.