Oleh: Eni Misdayani S.Ag MM.
LEMBAGA Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), keberadaannya kini kian terasa. Terlebih, PAUD sebagai lembaga pendidian pra sekolah, memiliki fungsi yang tidak bisa dipandang sebelah mata dalam upaya membangun karakter anak – anak.
Pertama, fungsi adaptasi (sosial). Yakni embantu anak menyesuaikan diri dengan keadaan dan situasi di sekitarnya, kemudian ia sesuaikan dengan kondisi dan situasi dirinya sendiri sebagai pengenalan berbagai pola perilaku, sikap, kebiasaan, dan sifat orang di sekitar yang akan membantu anak untuk memahami aspek-aspek psikologis dari lingkungan sosial anak.
Kedua, fungsi pengembangan. Melalui ini, PAUD berperan dalam menumbuhkembangkan berbagai potensi yang dimiliki anak, dengan memberi suatu situasi atau lingkungan edukatif, sehingga potensi-potensi tersebut dapat berkembang optimal, dan bermanfaat bagi anak itu sendiri dan lingkungannya.
Ketiga, fungsi bermain. Bermain merupakan dunia anak sepanjang rentang hidupnya. Melalui bermain, anak dapat memperoleh banyak pengetahuan. Dan melalui bermain pula, neuron-neuron otak anak berkembang dengan sangat pesat.
Menilik dari tiga fungsi di atas saja, maka bisa dikatakann, bahwa keberadaan PAUD di masyarakat adalah suatu yang niscaya. Pasalnya, keberadaannya tidak sekadar memiliki fungsi pendidikan untuk menstimulasi aspek-aspek perkembangannya pada masa keemasan (usia 0 – 6 tahun), juga merupakan kebutuhan orang tua, ‘’yang terpaksa’’ tidak dapat mendampingi putra putrinya lantaran harus bekerja; tidak semua orang tua memilki kesempatan bermain bersama anak sepanjang waktu.
Situasi Pandemi
Saat Covid – 19 dideklarasikan oleh WHO sebagai Public Health Emergency of International Concern pada 30 Januari 2020, dan dideklarasikan Presiden RI sebagai bencana nasional melalui Keputusan Presiden (Keppres) No 12 tahun 2020, maka pemerintah kemudian mengeluarkan kebijakan Work from Home (WFH), pembatasan sosial terbatas, dan berlanjut pada Pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Kebijakan itu juga berlaku bagi dunia pendidikan, yang, dalam waktu bersamaan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) mengambil kebijakan bahwa sekolah/ madrasah dan perguruan tinggi melakukan pembelajaran jarak jauh dengan system online (daring), sebagai ikhtiar memutus mata rantai penyebaran Covid – 19.
Tentu semua lembaga melakukan berbagai upaya, agar komunikasi dan hubungan relasi guru – peserta didik, tetap terjalin. Dengan kecanggihan teknologi, guru (pendidik) mencoba meng-upgrade diri, mulai dari yang tidak familiar android sampai dengan harus belajar dan mengikuti seminar-seminar online, hingga mempelajari berbagai aplikasi video sebagai media pembelajaran.
Dengan meramu berbagai model dan media pembelajaran, guru mesti menggali kreativitas, agar tetap bisa melakukan pembelajaran jarak jauh. Melakukan transfer ilmu melalui video, pesan suara, chatting whatshap grup, dan membuat video pembelajaran sesuai tema. Sudah sekitar empat bulan lamanya, kreativitas guru dituntut untuk terus berkembang, dalam memberikan materi pembelajaran dengan jarak jauh.
Namun perlu diketahui, secanggih apapun teknologi, sebanyak apapun inovasi, dan sehebat apapun kreativitas yang dilakukan saat pembelajaran jarak jauh, peran guru sebagai pendidik tidaklah tergantikan.
Berdasarkan data dari hasil angket yang disebar kepada wali peserta didik KB Al – Azhar Jekulo pada periode Maret hingga Juni lalu, ada beberapa hambatan yang cukup serius dirasakan.
Pertama; jaringan internet di wilayah sebaran peserta didik yang tidak sama; ada yang bagus, tetapi tak sedikit yang jaringannya buruk. Kedua; menambah beban dana kuota internet bagi orang tua. Ketiga; jika satu rumah lebih dari satu yang sekolah, sarana elektronik sebagai alat komunikasi dan media belajar, juga jadi kendala. Keempat, waktu yang tidak macth antara orang tua dan guru, karena pembelajaran online bagi anak usia dini harus didampingi orang tua, sementara orang tua pagi harus bekerja.
Kelima; fungsi pengasuhan dan penitipan anak tak tergantikan. Keenam; anak bosan di rumah dan rindu ke sekolah. Kondisi demikian bisa menyebabkan anak stres. Ketujuh; komunikasi dengan anak membutuhkan sentuhan dan kasih sayang. Kedelapan; orang tua membutuhkan bantuan pengasuhan dan penitipan, agar bisa bekerja karena tidak semua mendapatkan kesempatan WFH. Kesembilan; biaya ganda harus dikeluarkan orang tua, karena saat satuan pendidikan tutup, mereka tetap harus menitipkan di tempat lain.
Kenyataan lain yang terjadi adalah, saat layanan satuan pendidikan ditutup dan harus melakukan pembelajaran jarak jauh, orang tua mengambil langkah dengan menitipkan anak ke tetangga atau saudara. Lalu apakah ada SOP untuk protokoler kesehatannya? Tentu ini tidak terpikirkan.
Problem selanjutnya, adalah keberlangsungan lembaga PAUD dan sekolah-sekolah/ madrasah itu sendiri. Kebutuhan orang tua terkait penitipan anak yang tidak terlayani, jika itu berlangsung dalam waktu yang lama, maka orang tua akan memilih tempat lain untuk menitipkan anaknya, bukan di lembaga resmi seperti PAUD.
Kreativitas dan Inovasi
Mengawali tahun ajaran baru 2020 / 2021 M, penyelenggara, pengelola dan pendidik di lembaga pendidikan, tak terkecuali PAUD, harus mengasah kreativitas dan pemikiran yang inovatif, agar bisa memberikan layanan sebaik mungkin.
Untuk PAUD, tidak bisa melakukan dengan jarak jauh an-sich melalui banntuan perangkat teknologi informasi. Maka, beberapa model bisa dipakai, baik daring (dalam jaringan), luring (luar jaringan) ataupun touring ke rumah siswa. Catatannya, tentu dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.
Catatan penulis saat Al Azhar mengawali touring ke rumah peserta didik, nampak kerinduan mereka pada guru dan temannya, hingga menunggu kehadiran gurunya sehari sebelumnya karena memang sudah diinformasikan saat orientasi wali murid. Dan yang bikin mengharu biru adalah, siswa merajuk meminta guru tidak pulang atau lebih lama menemaninya. Kenyataan ini menunjukkan betapa eratnya hubungan emosional guru dengan murid terjalin.
Lalu, sampai kapan kondisi ini berlangsung? Apakah layanan pendidikan PAUD harus jarak jauh hingga virus corona hilang? Lalu sampai kapan? Jika terus berlangsung, bagaimana operasional sekolah berjalan?
Pertanyaan – pertanyaan itu tentu sangat mendasar untuk diajukan. Dan tentu juga, kita tidak akan menunggu guru dirumahkan, karena lembaga tak mampu memberi sekadar ongkos untuk transportasi, khan?
Ada pertanyaan – pertanyaan lanjutan yang juga mesti diajukan yakni lebih berisiko mana menitipkan anak di tempat selain PAUD tanpa SOP kesehatan, dibandingkan menitipkan di PAUD yang tentu sudah mempersiapkan segala sesuatunya dan berkomitmen mematuhi protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah?
Kesimpulannya, kebutuhan orang tua untuk dibantu dalam pengasuhan putra putrinya di satuan pendidikan yang terarah dan terukur, untuk dapat menstimulasi proses tumbuh kembang anak selama orang tua yang sibuk bekerja, adalah sebuah tuntutan yang tak terelakkan akan keberadaan PAUD ditengah-tengah masyarakat, di mana beberapa fungsinya tidak bisa digantikan dengan teknologi.
Maka harus ada langkah bijak menyikapi realita dan regulasi, karena membuka layanan PAUD dengan tatap muka pada awal tahun ajaran di zona merah tentu gegabah dan penuh risiko. Namun membiarkan berlarut-larut juga kurang tepat. Kalau boleh hati ini bertanya apakah sekolah lebih berbahaya dengan mall, tempat wisata ataupun pasar ?
Ketidakjelasan tentu akan mengganggu semua aktivitas. Untuk itu, merespons new normal dengan mengedukasi guru, orang tua dan anak adalah hal efektif untuk memperjelas proses layanan pendidikan harus tetap berlangsung. Dengan tahapan-tahapan, harus segera dilakukan agar anak memahami kebiasaan – kebiasaan baru yang harus dilakukan dalam rangka melawan virus Corona.
Jadwal yang tepat perlu direncanakan dalam menyiapkan anak menuju new normal. Kerja sama yang baik dengan orang tua, juga menjadi kunci keberhasilan mengedukasi anak tentang pola perilaku baru tersebut. Sehingga kesiapan orang tua, anak, SDM pendidik dan sarana prasarana yang dilengkapi protokoler kesehatan, bisa menjadi solusi agar anak tidak terlalu lama berdiam diri di rumah dengan rasa bosan dan rindu ke taman bermainnya di PAUD. Wallahu a’lam. (*)
Eni Misdayani S.Ag MM.,
Penulis adalah Ketua Umum Himpunan Mutakharrijat Mu’allimat Nahdlatul Ulama’ Kudus (Himmahku) dan praktisi PAUD di PAUD Al Azhar, Jekulo, Kudus.