
CIREBON,Suaranahdliyin.com – Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI), dari berbagai daerah se-Indonesia, secara resmi mendeklarasikan bulan Mei sebagai Bulan Kebangkitan. Deklarasi berlangsung di Masjid Puser Bumi, Gunung Jati, Cirebon.Ahad pagi (18/5/2025,) kemarin.
Menurut salah satu anggota Jaringan KUPI, Nyai Iklilah Muzayyanah, deklarasi ini merupakan ikhtiar spiritual, sosial, dan kultural untuk memperkuat peran ulama perempuan dalam membela kehidupan, mewarisi ilmu, dan merawat keberpihakan terhadap kelompok yang dilemahkan oleh struktur sosial dan politik.
“Di tengah situasi bangsa yang ditandai oleh meningkatnya kekerasan terhadap perempuan, krisis hukum dan demokrasi, serta penderitaan global seperti yang dialami rakyat Palestina, deklarasi ini menjadi bentuk kehadiran ulama perempuan yang berpihak pada keadilan dan kebenaran, dan sebagai penjaga nurani publik—yang bersuara melalui ilmu, berjuang melalui pengabdian pada yang rentan, dan mewujudkan kehidupan yang bermartabat dan berkeadaban,”ujarnya.
Nyai Iklilah menjelaskan deklarasi dimaksudkan untuk menjadi gerakan kultural tahunan, yang akan dihidupkan setiap bulan Mei oleh komunitas-komunitas di seluruh Indonesia. Bulan Mei dipilih karena bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, yang merefleksikan semangat perjuangan kolektif untuk membangun bangsa yang merdeka, adil, dan bermartabat.
“Bulan ini sekaligus sebagai pengingat atas luka sejarah Mei 1998, ketika perempuan, warga Tionghoa, dan masyarakat miskin kota menjadi korban kekerasan politik,”terang ketua umum Alimat ini.

Dengan menjadikan bulan ini sebagai ruang kebangkitan ulama perempuan, lanjut dia, KUPI ingin menghadirkan ingatan kritis dan spiritual yang berpihak pada mereka yang paling rentan dan sering dilupakan sejarah.
“Dalam semangat ini, seluruh komunitas, lembaga, dan individu, KUPI mengajak untuk menghidupkan peringatan ini di wilayah masing-masing, melalui kegiatan seperti doa bersama, tawassul, puisi, diskusi, pengajian, menulis kisah, hingga aksiaksi sosial,”imbuh Nyai Iklilah.
Lebih jauh, KUPI mendorong masyarakat untuk mendokumentasikan dan menarasikan nama-nama ulama perempuan di lingkungannya—para nyai, ustadzah, guru ngaji, tengku, pelayan umat, dan penggerak masyarakat, yang selama ini bekerja dalam senyap, namun menopang keberlanjutan ilmu, kehidupan dan keadaban.
“Bulan Kebangkitan Ulama Perempuan Indonesia adalah ajakan untuk membangun memori kolektif umat tentang peran perempuan dalam sejarah Islam Indonesia,”tandasnya.
.”Ini bukan hanya tentang masa lalu, tetapi tentang masa depan yang lebih adil, setara, dan berkeadaban—dengan cahaya keulamaan perempuan sebagai bagian tak terpisahkan dari kebangkitan umat, kemuliaan bangsa, dan keberlangsungan semesta,”sambung Nyai Iklilah.
Hadir dalam deklarasi ini sejumlah tokoh guru, ulama perempuan dan penggerak perempuan. Antara lain, Koordinator Jaringan GUSDURian Alissa Wahid, Ketua Majelis Dzikir dan Pikir Paser Bumi Rieke Diah Pitaloka, Sekretaris Sekretaris Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia Masruchah, Husein Muhammad dan tokoh perempuan lainnya.(adb/ros)D