
Innalillahi wa inna ilaihi raji’un. H. Aris Junaidi, salah satu tokoh asal Kudus yang dikenal dekat dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan keluarganya, Ahad (16/8/2020), dan dimakamkan di Kota Kretek pada Senin (17/8/2020) ini.
Sosok H. Aris Junaidi, tokoh yang lebih banyak menghabiskan waktunya di ibukota ini, dikenal dekat dengan banyak kalangan. Mulai dari kiai, budayawan, sastrawan, pengusaha, kalangan santri, dan lainnya.
Sebelum meninggal dunia, lebih dari satu dekade lalu, H. Aris Junaidi banyak juga berkiprah di Kudus, bahkan sempat dipercaya menahkodai Dewan Kesenian Kudus (DKK) sembari mendirikan sebuah warung makan atas “perintah” Gus Dur, yaitu Rumah Makan Bambu Wulung.
Penulis sendiri, mengenal H. Aris Junaidi sewaktu masih beraktivitas sebagai jurnalis di salah satu media massa, hingga kemudian terkadang “rasan-rasan” terkait berbagai isu, khususnya terkait sastra dan budaya.
Dan Rumah Makan Bambu Wulung yang didirikan atas perintah Gus Dur itu, adalah salah satu saksi bisu dari kiprah H. Aris Junaidi dalam penyelenggaraan beragam event sastra dan budaya di Kota Kretek, atas kerja sama dengan berbagai pihak.
Banyak tokoh yang sudah pernah hadir di Bambu Wulung. Di antaranya Thomas Budi Santoso, Sosiawan Leak, Inayah Wahid, Maman S Mahayana, Soesilo Toer, Jumari Hs, Mukti Sutarman Espe, Jamal D Rahman, dan lainnya.
Dan kepergiannya untuk selama-lamanya kini, mengingatkan akan satu hal yang pernah dikemukakan pada penulis. Yaitu keinginannya untuk menulis sebuah buku bertema “Santri Gus Dur Bertutur”.
Ceritanya, pada suatu siang, sekira tahun 2017, H. Aris Junaidi, menelfon melalui telfon genggamnya. Waktu itu dia menyatakan memiliki keinginan untuk menulis buku tentang Gus Dur dalam perspektif dia sebagai santri.
“Saya punya niat menulis buku ‘Santri Gus Dur Bertutur’, Mas. Tapi kondisi saya sudah tidak memungkinkan, lantaran baru selesai operasi. Makanya nanti saya yang menceritakan, njenengan yang menuliskannya, ” ungkapnya. Dan saya pun mengiyakan.
Lama setelah komunikasi dengan H. Aris Junaidi, penulis tidak pernah bertemu lagi. Ada beberapa kawan yang cerita, pernah beberapa kali H. Aris Junaidi pulang ke Kudus, tapi belum ada kesempatan bertemu lagi.
Sampai pada Ahad kemarin, ada informasi beredar di berbagai grup WA terkait berpulangnya H. Aris Junaidi. Saya mengonfirmasi informasi tersebut ke Bung Jarwo, salah satu kawan di Jakarta, yang membenarkan adanya informasi itu.
Saya pun kembali teringat “cita-cita” H. Aris Junaidi untuk menulis buku tentang Sang Guru: Gus Dur. Namun, kini hal itu, akan sangat mustahil diwujudkan, lantaran dirinya kini telah tiada. Santri Gus Dur itu, kini tak lagi bisa bertutur.
Akankah cita-cita itu benar-benar sirna seiring dengan kepergiannya, ataukah ada sosok-sosok di Kudus, yang kemudian tergerak untuk bersama mewujudkan impiannya? Wallahu a’lam. (Rosidi, pemimpin redaksi Suaranahdliyin.com)