Oleh: Rosidi
‘’ …. 2 anak cukup, 2 istri bangkrut; Pergi dicari, pulang dimarahi (Cintamu tak seberat muatanku); Ojo kementhus nek ora pecus; Bahagia itu tak harus mewah …’’
Dalam kehidupan sehari-hari, nasihat menjadi hal yang sangat penting. Melalui nasihat, seseorang bisa mengingatkan orang lain, yang mungkin sedang melakukan tindakan di jalan yang tidak benar, sehingga mau kembali ke jalan yang benar (kebaikan).
Nasihat bisa datang dari mana saja. Bisa berasal dari para kiai, guru, sahabat, pengamen, tukang becak, kuli bangunan dan lainnya. Ia bersifat universial, tidak memandang siapa yang menyampiakannya.
Sisi universalisme nasihat atau pitutur bijak inilah, yang kemudian mesti disadari dan dipahami bersama, karena ajaran kebaikan, terkadang datang dari hal atau sesuatu yang tidak diduga-duga. Salah satunya bisa didapat di bak-bak truk di jalanan.
Berbagai hal di atas, misalnya, hanyalah sedikit contoh tentang betapa ‘kayanya’ pitutur jalanan, yang tidak sekadar bisa kita simak, namun bisa menjadi pandangan hidup yang menarik, yang terkadang akan membuat kita senyum-senyum sendiri, karena disampaikan dengan bahasa yang kocak.
2 anak cukup 2 istri bangkrut, misalnya. Ini mengingatkan betapa beratnya hidup dengan menanggung dua istri. Makna yang terkandung di dalamnya, dalam bahasa sederhana, yaitu mengajari untuk setia pada pasangannya.
Pergi dicari, pulang dimarahi: cintamu tak seberat muatanku. Ini barangkali merupakan keluh kesah sang sopir truk. Tetapi kedalaman makna dari pitutur itu, sangat menarik jika mau memahaminya secara mendalam.
Ada lagi, ‘Ojo kementhus nek ora pecus’. Bagi akademisi, ini sama dengan mengingatkan akan pentingnya kompetensi. Bahwa segala sesuatu bila dikerjakan oleh mereka yang bukan ahlinya, maka kerusakanlah (ketidaksempurnaanlah) yang akan terjadi.
Bahagia itu tak harus mewah. Ini juga menjadi pitutur yang sangat menarik, bahwa kemewahan itu (terkadang) bukanlah segala-galanya. Simak pula pitutur ini: Istighfar untuk masa lalu, bersyukur untuk hari ini, berdoa untuk hari esok. Sungguh dahsyat, bukan?
Ya, banyak pitutur menarik di bak-bak truk yang bisa kita dapat dan menjadi pelajaran hidup, jika mau menghayati dan meresapi maknanya. Namun barangkali tidak banyak orang yang mau memahami dan meresapi makna di balik pitutur-pitutur yang banyak berseliweran di jalanan itu.
Nah, ini yang menarik. Pitutur-pitutur jalanan di bak truk itu, terkadang disampaikan dengan kalimat yang sangat nakal. Ngebut adalah ibadah, semakin ngebut, semakin dekat dengan Tuhan; Putus cinta soal biasa, putus rem mati kita; Pergi karena tugas, pulang karena beras.
Masih banyak sekali pitutur jalanan yang bisa kita simak setiap hari di bak-bak truk yang berseliweran. Pertanyaannya, akankah kita mau memaknai pitutur itu, atau hanya akan menganggapnya angin lalu saja?
Rosidi,
Penulis adalah Staf Humas Universitas Muria Kudus (UMK), Pemimpin Redaksi Buletin Suara Nahdliyin dan Suaranahdliyin.com.