Beragam cara dilakukan umat Islam dalam rangka mengisi Ramadan dengan ibadah-ibadah dan aktivitas-aktivitas positif (kebaikan).
Salah satunya yang banyak dilakukan, yaitu digelarnya kajian-kajian keislaman baik di musala-musala, masjid, madrasah/ sekolah hingga pondok-pondok pesantren.
Kitab As-Sittin Al-Adliyah adalah salah satu bagi para santri, khususnya santri perempuan (santriyah) yang tentunya menarik untuk dikaji. Sebagai ‘pengisi waktu’ menunggu berbuka puasa yang lazim dikenal dengan istilah Ngabuburit.
Ya, ngabuburit yang banyak dipergunakan masyarakat dengan berburu menu takjil, maka ngabuburit produktif dengan ngaos ini tentu menjadi lebih menarik.
Ngaos merupakan istilah halus dari Bahasa Jawa ‘ngaji’, yang artinya kegiatan mempelajari suatu ilmu agama. Ngaos bukan hanya mengkaji tentang al-Quran, akan tetapi juga berbagai ilmu keagamaan lainnya.
Mengenai kitab As-Sittin Al-Adliyah karya Faqihuddin Abdul Kadir dari Cirebon, ini adalah sebuah kitab yang berisi 60 hadis pilihan tentang hak-hak perempuan dalam Islam. Untuk teknis pengkajiannya, yaitu tiga hadis perhari di setiap waktu ngabuburit.
Kitab ini, banyak memberikan motivasi kepada perempuan agar bangkit dari keterpurukan. Sebab, ternyata perempuan dalam pandangan Islam memiliki keistimewaan tersendiri, bukan untuk ditindas, melainkan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki.
Dalam budaya Jawa menjelaskan bahwa perempuan dianggap sebagai konco wingking, sehingga kerap disandingkan dengan istilah dapur, sumur dan kasur. Artinya perempuan hanya ditempatkan dalam peran rumah tangga dan perawatan keluarga saja.
Nah, dalam kitab ini dijelaskan, bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama dengan laki-laki terutama dalam hal pengembangan diri melalui intelektualitas. Meskipun akan menjadi ibu rumah tangga, juga harus berpendidikan, karena ibu adalah Madrasatul Ula bagi anak-anaknya.
Kiprah perempuan dalam masyarakat, kini terlihat jelas. Bukan hanya sebagai ibu rumah tangga saja, perempuan telah berpartisipasi aktif dalam berbagai bidang seperti menjadi hakim, kepala program studi, wakil dekan, dan sebagainya.
Jadi di era sekarang, jangan takut bermimpi setinggi mungkin, karena hakikatnya semua manusia baik laki-laki ataupun perempuan memiliki kesempatan yang sama. Yaitu dengan sama-sama modal 24 jam, bagaimana memenejnya, tergantung kita akan menjadi apa.
Jika kita cerdas, maka tidak akan melewatkan modal tersebut dengan hal-hal yang sia-sia. Tapi sebaliknya, yaitu berlomba untuk meraih karuniah dan kesempatan yang telah diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ini adalah cerita ngabuburitku bersama para santriyah keren di Pondok Prisma Quranuna Kudus. Nah, Ramadan kali ini ngabuburitmu ngapain aja, temans? (*)
Siti Mabruroh,
Penulis adalah santriyah Ma’had Prisma Quranuna Kudus dan Mahasiswa Perbankan Syariah IAIN Kudus.