Di Indonesia terdapat banyak sekali manuskrip Al-Qur’an yang masih tersimpan, tetapi baru sebagian manuskrip yang ada di Indonesia ini telah melalui proses katalogisasi, sedangkan sebagian besar lainnya belum melewati proses tersebut. Maksdunya, jumlah manuskrip yang sudah tercatat lebih sedikit daripada yang belum dikatalogisasi atau dicatat.
Diantara banyaknya mansukrip yang tersebar dinusantara, salah satunya adalah koleksi manuskrip Museum Gus Jigang yang berada di Jl. Sunan Muria No. 33. Museum Gus Jigang memiliki beberapa koleksi manuskrip, termasuk manuskrip Al-Qur’an 30 juz dari kertas kuno, kulit sapi, dan daun lontar. Beratnya pun variatif, mulai dari 3,4kg- 14,2kg.
Sekilas tentang Filologi sebagai Ilmu untuk Mengkaji Manuskrip
Dalam mengkaji manuskrip perlu adanya pendekatan atau ilmu khusus untuk meneliti yakni ilmu filologi. Ilmu filologi adalah salah satu ilmu yang menyertakan studi kebahasaan, sastra, dan budaya. Secara sederhananya filologi ini adalah karya tulis masalalu. Filologi berasal dari bahasa Yunani, philologia, yang terdiri dari dua kata yakni, philos dan logos. Philos artinya “cinta” sedangkan Logos artinya “kata, artikulasi, alasan”.[1]
Dalam hal filologi, ilmu seperti Ulumul Qur’an, asbabun Nuzul, Qiraat, Rasm, Balaghah, dan lain-lain, ilmu ini diperlukan untuk memahami sejarah penulisannya dan makna yang terkandung di dalamnya.
Hasil Penelitian Manuskrip QS. Al-Kahfi/18 : 1-5 dari Kertas kuno di Museum Gus Jigang
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwasannya mushaf koleksi museum Gusjigang tersebut berisi Alquran lengkap 30 Juz yang terbuat dari kertas kuno yang diperoleh dari salah satu Pondok Pesantren di Jawa Timur.
Tidak disebutkan secara detail kertas apa yang digunakan, karena dalam keterangan di museum hanya tertulis kertas kuno. Tidak juga ditemukannya kerusakan pada badan naskah, hanya saja warnanya yang kecoklatan karena usianya yang sudah tua .
Naskah yang ditampilkan didalam museuum memperlihatkan Q.S Al-Kahfi: 1-5, setiap halaman terdiri dari tujuh baris. Terdapat tanda pisah antar ayat yang disimbolkan bulatan yang berwarna merah yang berisikan bulatan kecil lagi didalamnya dan tanpa ada nomor halaman. Memiliki berat 7,4 kg dengan sampul yang berwarna kecoklatan dan memiliki ketebalan sekitar 0,5 cm.
Naskah ini ditulis dengan tinta emas kecoklatan dan warna merah sebagai penanda keterangan surat. Jenis rasm yang digunakan ialah rasm usmani dengan kaidah hafdz atau membuang huruf, misalnya pada penulisan kata الكتاب dalam rasm ustmani ditulis dengan tanpa alif setelah huruf ta’ menjadi الكتب pada ayat pertama surat al-kahfi .Naskah ini ditulis menggunakan khat naskhi dengan ciri rangkaian hurufnya yang mudah dibaca.
Mushaf ini mempunyai corak ornamen islami yang mempunyai cir khas Nusantara, yaitu motof floral ( tumbuhan ) yang menjadi simbol kultural bangsa iluminasi terdapat pada dua sisi yaitu kanan dan kiri yang simetris pada bagian awalan yang menggunakan tinta berwarna merah, hijau, hitam, dan keemasanyang menambah kesan mewah dalam mushaf tersebut. Ayatnya ditulis dengan tinta emas kecoklatan berbingkai kotak persegi dan tinta warna hitam dan di hiasi motif bunga batik.
Pada bagian atas ayat terdapat tulisan yang berwarna merah yang bertuliskan “suratul kahfi makiyyah” yang artinya surat alkahfi ini turun di makkah.Kemuadian dibawah ayat nya juga terdapat keterangan yang bertulisakan “wahiya miatin wa isyrina alayat” yang artinya surat ini terdiri dari 110 ayat. (*)
Penulis: Aina Rohmatul Ummah, Mutiara Yanuar dan Hanik Arum Maulida,
Ketiga penulis merupakan mahasiswa Semester IV Program Studi (Prodi) Ilmu Quran dan Tafsir (IQT) pada Fakultas Ushuludin IAIN Kudus.
Catatan redaksi:
Artikel tersebut adalah kiriman dari mahasiswa bersangkutan. Redaksi tidak bertanggung jawab atas materi yang ada.
[1] Oman Fathurahman, Filologi INDONESIA, Teori Dan Metode, Cet.1 (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015).