Oleh: Sonhaji SHI
Proses suksesi kepemimpinan daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota di Indonesia, tak lama lagi berlangsung. Pergantian kepemimpinan merupakan proses politik di Indonesia yang menjadi niscaya, sebagai sebuah negara demokrasi.
Sebagai sebuah negara demokrasi, pemahaman akan politik bagi seluruh warga bangsa ini menjadi penting. Hal itu juga berlaku bagi kaum muda Nahdlatul Ulama (NU) di seluruh negeri ini.
Sebab, dengan perkembangan dunia politik di Indonesia yang kian dinamis, maka pemuda indonesia, tak terkecuali kaum muda NU, menjadi bagian tak terpisahkn dalam perpolitikan tanah air.
Untuk itu, kesadaran (melek) politik bagi kaum muda NU, juga menjadi hal yang niscaya pula. Sebab, disadari atau tidak, kaum muda lah yang ke depan akan memegang tongkat estafet kepemimpinan dari para pendahulunya.
NU sebagai ormas terbesar di Indonesia, harus menyiapkan kader-kadernya agar tidak hanya menjadi penonton dalam percaturan politik yang berlangsung, melainkan bisa mengambil peran sebagai leader, dalam menggerakkan arah politik di tanah air ke arah yang lebih baik, dinamis dan berkemajuan.
Khittoh NU bahwa warga NU itu tidak ke mana-mana tetapi ada di mana-mana, merupakan posisi yang sangat menguntungkn bagi generasi muda NU, karena fleksibel mau menempatkan dirinya di partai politik mana pun yang ada di Indonesia.
Namun begitu, harus selalu diingat, bahwa sebagai kader NU, kaum muda NU harus bisa menjadi teladan, agar menjadi politisi yang beretika, santun dan berakhlakul karimah.
Dengan praktik politik santun dan berakhlakul karimah, diharapkan budaya politik kotor seperti politik uang, akan hilang. Yang pada gilirannya, tindak koruptif bisa diminimalisisasi dan dihilangkan, sehingga Indonesia akan menjadi bangsa yang maju dalam segala bidang. Wallahu a’lam. (*)
Sonhaji SHI,
Penulis adalah ketua Majelis Pemuda Islam Indonesia (MPII) Jawa Tengah dan kader muda NU di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.