
MADURA, Suaranahdliyin.com – Ulama besar yang juga guru (kiai) dari para ulama tanah air, khususnya dari kalangan Nahdlatul Ulama (NU) Syaichona Mohammad Cholil (Mbah Cholil), diusulkan agar dianugerahi sebagai pahlawan Nasional.
Usulan itu muncul dan terus menguat dari lapisan masyarakat, kemudian direspons positif oleh pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan. Dan untuk memperkuat langkah pengusulan Mbah Cholil sebagai pahlawan Nasional itu, digelar seminar di Pendapa Agung Kota Bangkalan pada Senin (25/1/2021) kemarin.
Seminar digelar secara online dan offline. Untuk narasumber secara online, panitia mendaulat antara lain Dr. Zainul Milal Bizawie (dosen dan sejarawan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), perwakilan Kementerian Sosial (Kemensos) RI, Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jawa Timur, Bupati Pamekasan, Sampang dan Sumenep, serta tim pusat Jakarta.
Sedang untuk offline terbatas dengan mematuhi protokol kesehatan, menghadirkan narasumber yang terdiri atas Kiai D Zawawi Imron (Budayawan Madura), Dr. Muhaimin M.Pd.(ketua tim peneliti Yayasan/ dosen STAI Syaikhona Moh Kholil Bangkalan), Bupati Bangkalan dan Pangdam V Brawijaya.
Dr. Zainul Milal Bizawie dalam makalahnya, menyampaikan, sebagai ulama yang memiliki kapasitas keilmuan yang mumpuni dan sukses mendidik para muridnya, Mbah (Syaikh) Cholil banyak memanfaatkan ilmunya dengan memanifestasikan dalam bentuk tradisi lisan. Ia telah mendidik ulama-ulama di semua titik utama tanah Jawa, dari ujung kulon Jawa Barat hingga daerah Tapal Kuda Jawa Timur, yang pada gilirannya mendukung KH. Hasyim Asy’ari dalam menegakkan sebuah negara baru bernama Indonesia.
“Bisa dipastikan, meskipun ketika terjadi Perang Diponegoro beliau berusia sangat muda, sekitar 5 – 10 tahun, tapi semangat perjuangan itu sangat membekas dalam dirinya. Ini dibuktikan dengan semangat cinta tanah airnya, yang kemudian digoreskan kepada para santrinya,” terangnya.
Ajarkan Cinta Tanah Air
Ditambahkan oleh Dr. Zainul Milal Bizawie, di antara sekian banyak murid Mbah Cholil, yang cukup menonjol dalam sejarah perkembangan Islam dan bangsa Indonesia ialah KH. Hasyim Asy’ari (Tebuireng, Jombang), KH. Abdul Wahab Chasbullah (Tambak Beras, Jombang), KH. Bisri Syansuri (Denanyar, Jombang), KH. Ma’shum (Lasem, Rembang), KH. Bisri Mustofa (Rembang), KHR. Syamsul Arifin dan KH. As’ad Syamsul `Arifin (Asembagus, Situbondo), KH. Abdul Karim (Lirboyo, Kediri), KH. Djazuli Usman (Ploso, Kediri), KH. Munawir (Krapyak, Yogyakarta), KH Muhammad Shidiq (Assyidiqiyah, Jember), Dr. Ir. H. Soekarno (Presiden RI pertama dan Proklamator Kemerdekaan RI).
Selanjutnya, ada KH. Muhammad Hasan (Genggong), KH. Zaini Mun’im (Paiton, Probolinggo), KH. Abdullah Mubarok (Abah Sepuh), KH. Asy’ari (Wonosari, Bondowoso), KH. Abi Sujak (Kebun Agung, Sumenep), KH. Ali Wafa (Temporejo, Jember), KH. Mustofa (Macan Putih, Blambangan), KH Usmuni (Pandean, Sumenep), KH. Karimullah (Curah Damai, Bondowoso), KH. Khozin (Buduran, Sidoarjo), KH. Nawawi (Sidogiri, Pasuruan), KH. Abdul Hadi (Lamongan), KH. Zainudin (Mojosari, Nganjuk), dan KH. Abdul Fatah (Tulungagung).
Kemudian KH. Zainul Abidin (Kraksan, Probolinggo), KH. Munajad (Kertosono), KH. Romli Tamim (Rejoso, Jombang), KH. Muhammad Anwar (Pacul Bawang, Jombang), KH. Abdul Madjid (Bata-bata, Pamekasan), KH. Hasbullah Abubakar Tebul (Kwayar, Bangkalan, Madura), KH. Muhammad Thohir Jamaluddin (Sumber Gayam, Madura), KH. Zainur Rasyid (Kironggo, Bondowoso), KH. Hasan Mustofa (Garut, Jawa Barat), KH. Raden Fakih Maskumambang (Gresik), Sayyid Ali Bafaqih (Loloan Barat, Negara, Bali), KH. Abdul Hamid bin Itsbat (Banyuwangi), KH. Abdul Wahab (Penataban Banyuwangi), KH. Ma’ruf (Kedunglo, Kediri), KH. Harun (Tukangkayu, Banyuwangi ), KH. Moh. Hasan Abdullah (Kalipuro, Banyuwangi), KH. R. Abbas Hasan (Sempu, Banyuwangi) dan masih banyak lagi.
Lebih lanjut Dr. Zainul Milal Bizawie menambahkan, murid-muridnya (santri) Mbah Cholil itu kemudian melanjutkan perjuangannya, dengan mendirikan pesantren di daerah asal mereka. “Semua ulama pejuang kemerdekaan, tidak bisa dipisahkan dari kaderisasi yang dilakukan oleh Syaikh Cholil Bangkalan. Bahkan para ulama yang telah menjadi pahlawan Nasional seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. A. Wahab Hasbullah, KH As’ad Syamsul Arifin, KH Maskur, TGH Syekh Abdul Madjid, KH Noor Ali, KH A. Wahid Hasyim dan lainnya, adalah para santri Mbah Cholil,” ungkapnya.
Disampaikan pula oleh Dr. Zainul Milal Bizawie, Mbah Cholil, dalam pengajarannya selalu menekankan cinta tanah air (hubbul wathon minal iman). “Doktrinasi cinta tanah air ini bahkan diabadikan beliau sendiri dalam tulisan tangan berupa parateks dalam satu manuskripnyanya. di bagian akhir dijelaskan penulisan itu adalah tahun 1308 H atau sekitar 1887 M, jauh sebelum Indonesia merdeka. Beliau juga yang memberi isyarat kepada KH Hasyim Asy’ari untuk mendirikan organisasi para ulama, yang kemudian bernama Nahdlatul Ulama NU,” jelasnya. (rls/ ros, adb, rid)