KUDUS,Suaranahdliyin.com – Menggelar acara Jagong Gusjigang, Pengurus Yayasan Masjid Menara dan Makam Sunan Kudus (YM3SK) bermaksud mengajak masyarakat Kabupaten Kudus untuk bernostalgia.
“Acara malam ini panitia mencoba untuk menghadirkan kembali peradaban 500 tahun yang lalu,” ujar Moderator Acara, Dr. Abdul Jalil, M.E.I di Aula YM3SK, Kamis (05/03/18).
Jalil juga mengungkapkan beberapa nilai-nilai penting dan teladan Sunan Kudus yang berhasil mewujudkan pruralisme di Jawa. Menurutnya, Kudus tempo doeloe adalah satu-satunya kota di dunia yang telah dihuni oleh ragam kepercayaan dan rukun.
“Kedamaian memang telah ada di berbagai belahan dunia. Tapi kebayakan karena memang umat didalamnya seragam. Tapi di Kudus beragam, salah satu pengikatnya yaitu Gusjigang,” katanya.
“Pada 500 tahun lalu, sebenarnya kita juga telah memiliki kode angka khusus yang luar biasa, cuma kita saja yang tidak mengerti penerapannya,” imbuh Dosen STAIN Kudus itu.
Sementara, KH. Saifudin Luthfi, menuturkan sejak berdirinya Masjid Menara Kudus selalu melekat di hati masyarakat. Bahkan sebutan Masjid Menara lebih familiar diucapkan masyarakat ketimbang Masjid Al-Aqsho Kudus. Dirinya bahkan membuat nadham khusus untuk mengingat jasa Sunan Kudus ini.
“Masjid Al-Aqsho di Kudus dibangun Sayyid Ja’far Shodiq Sunan Kudus pada tanggal 19 Rajab 1439. Sesungguhnya Sunan Kudus telah kembali pada Allah meninggalkan kekuasaan dan peradaban (untuk kita-red),” kata Mbah Ipud, sapaan akrab KH. Saifudin Luthfi.
Dalam acara ini Budayawan, Thomas Budi Santoso, berkesempatan membacakan puisi “Bermula dari Al-Quds” karangan Mukti Sutarman Espe. Hadir juga membacakan puisi, penyair kondang, Sosiawan Leak dan Pengasuh Pesantren Raudlatut Talibien, Rembang, KH. Musthofa Bisri yang membacakan Cerpennya, “Gus Jakfar”. (rid, adb, gie)